Miris! Pernah Berjuang Bersama Soekarno, Mbah Karno jadi 'Pemulung' Diusia Senja
Sabtu, 27 Oktober 2018
Baliberkarya
IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI
GOOGLE NEWS
Baliberkarya.com-Jembrana. Menjadi mantan pejuang kemerdekaan ternyata bukan jaminan untuk hidup layak di usia senja. Banyak mantan pejuang justru hidup memprihatinkan lantaran tidak bisa menjadi veteran.
BACA JUGA : Diduga Ada Kepentingan Investor, Pedagang Tradisional di Pantai Mertasari, Sanur 'Diusir'
Banyak mantan pejuang kemerdekaan yang tidak bisa menjadi anggota veteran dan diakui perjuangannya lantaran terbentur masalah administrasi, terutama terkait bukti yang menguatkan sebagai mantan pejuang. Bukti itu tidak bisa didapat lantaran banyak dari mantan pejuang yang buta huruf.
Namun, meskipun mereka tidak bisa tercatat sebagai veteran, semangat perjuangan tetap selalu terlihat jika mereka menceritakan kisah perjuangan merebut kemerdekaan. Para pejuang sejatinya berjuang tulus ikhlas tanpa berharap penghargaan maupun pengakuan.
Seperti yang dialami oleh Mbah Karno (102) yang tinggal di Lingkungan Arum Timur, Kelurahan Gilimanuk, Kecamatan Melaya, Jembrana. Dia dikenal sebagai seorang pejuang sejati di zaman penjajahan.
Didampingi istrinya Yatmi (85), Mbah Karno mengaku berasal dari Nusa Penida, Klungkung. Dulu Mbah Karno seorang yatim dan ibunya menikah lagi. Sehingga dia dan saudaranya diasuh oleh pamannya. Karena kemiskinan membuat Karno tidak pernah sekolah. Di usia 30 tahun, Karno bersama pemuda lainnya ikut berjuang dan menjadi seinendan.
"Kami berusaha mengusir penjajah. Kami berjuang penuh semangat saat itu," ujar Mbah Karno, Sabtu (27/10/2018).
Meski sudah kian renta dan tanpa gigi, Mbah Karno tampak ingin terus bercerita mengenai pengalamannya berperang dengan penjajah saat itu. Bahkan dia bercerita dengan semangat berapi-api, penuh rasa nasionalisme.
Bahkan Mbah Karno mengaku pernah berjalan bersama Presiden Soekarno dan berjuang hingga ke Sumatera dan terakhir di Timtim. Selama berjuang, dia mengaku tidak pernah pulang.
Ketika kemerdekaan sudah di raih dan situasi aman, tahun 1950 Karno merantau ke Gilimanuk. Kemudian menikah tahun 1956. Dari pernikahan dengan Yatmi, mereka dikaruniai 5 orang anak dan sudah memiliki 20 cucu dan 9 buyut.
Kehidupan Karno juga memprihatinkan dan tidak mampu. Dulu ketika masih sehat, dia bekerja sebagai tukang panggul barang di Pelabuhan Gilimanuk. Namun kini diusiannya yang sudah senja, dia sudah tidak kuat lagi bekerja berat, apalagi sebagai buruh panggul di pelabuhan.
Untuk bertahan hidup, Karno dan istrinya terpaksa menjadi pemulung di tempat pembuangan sementara (TPS) sampah yang ada di seberang rumahnya. Jika ada truk kontainer sampah yang menurunkan sampah, mereka bergegas menuju sampah untuk memilah dan memilih sampah yang laku dijual.
BACA JUGA : Geger, Ada 'Ular Piton' Melintas di Jalan Desa
Di Gilimanuk Karno masuk keluarga miskin dan sudah pernah mendapatkan bantuan bedah rumah demikian juga raskin/rastra.
Karno mengaku tidak berharap apa-apa hanya berdoa agar diberi kesehatan. Berharap anak-anak dan cucunya serta buyutnya bisa hidup lebih layak. Meskipun mantan pejuang, Karno ternyata tidak tercatat sebagai veteran.
Ketua Legiun Veteran Jembrana I Ketut Gede mengatakan untuk bisa menjadi anggota veteran harus ada rekomendasi dari Kaminvet.
"Coba dikoordinasikan dulu dengan Kaminvet nanti dari instansi yang berwenang yang melakukan penelusuran. Karena harus didukung bukti-bukti dan persyaratan lainnya. Semuanya Kaminvet yang mengurus. Jika sudah masuk veteran nanti bisa masuk anggota Legiun Veteran," jelasnya.(BB)