Baliberkarya.com - Suara Rakyat Bali Membangun

JL. Patih Nambi XII No.5, Desa Ubung Kaja, Denpasar Utara

Call:081353114888

redaksi@baliberkarya.com

'CSOs' Tuntut Akuntabilitas Bank Dunia di Helatan IMF-WBG 2018

Sabtu, 06 Oktober 2018

Baliberkarya.com - Suara Rakyat Bali Membangun

ist for Baliberkarya

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Indonesia akan menjadi tuan rumah bagi gelaran International Monetary Fund-World Bank Group (IMF-WBG) Annual Meeting yang berlangsung di Nusa Dua, Bali, tanggal 8-14 Oktober 2018. Kegiatan ini merupakan pertemuan tahunan yang diselenggarakan oleh Dewan Gubernur IMF dan World Bank. Diperkirakan puluhan ribu orang akan hadir, mulai dari perwakilan pemerintah, swasta, akademisi hingga organisasi masyarakat sipil (CSO) dari banyak negara.
 
 
Menyikapi penyelenggaraan event besar ini beberapa Civil Society Organizations (CSOs) Indonesia dan global, berinisiatif menggelar The People’s Summit on Alternative Development yang akan diselenggarakan tanggal 8-10 Oktober 2018 di Sanur, Bali.
 
Hamong Santono dari INFID yang sekaligus koordinator acara People’s Summit menyatakan bahwa gagasan besar People’s Summit ini adalah menuntut akuntabilitas Lembaga Keuangan Internasional khususnya Bank Dunia dan IMF. 
 
 
Kedua lembaga tersebut memiliki sejarah panjang dalam proses pembangunan di Indonesia. Hutang yang diberikan oleh Bank Dunia seringkali berdampak negatif bagi masyarakat dan lingkungan, namun tidak ada penyelesaian yang bermakna untuk kepentingan masyarakat dan lingkungan.
 
Diana Gultom  dari debtWATCH Indonesia mengatakan, bahwa selama hampir 50 tahun WB-IMF beroperasi di Indonesia, belum pernah terjadi proses yang benar-benar dapat dipertanggungjawabkan. "Lihat saja kasus pembangunan dam di Kedungombo, kebijakan WATSAL, maupun rekomendasi-rekomendasi IMF ke pemerintah Indonesia lewat rangkaian LoI (Letter of Intent) masih memiliki dampak negatif sampai sekarang,” terangnya, Sabtu (6/10). 
 
Suriadi Darmoko dari WALHI Bali menambahkan bahwa agenda international di Bali ini memberikan dampak negatif paling tidak terhadap  dua hal. 
 
 
“Pertama, maraknya tindakan represif berupa penghancuran baliho-baliho tolak reklamasi Teluk Benoa, batalkan Perpres Nomor 51 Tahun 2014, ini tidak hanya terjadi di jalan-jalan protokol tapi bahkan juga di jalan-jalan desa yang tidak dilalui oleh delegasi WB-IMF. Kedua, pertemuan internasional yang dilaksanakan di Bali semacam WB-IMF acapkali dijadikan kedok untuk percepatan proyek-proyek skala besar. Proyek yang difasilitasi tersebut pada umumnya adalah proyek yang terindikasi melanggar aturan, seperti misalnya perluasan bandara Ngurah Rai dengan cara reklamasi,” tandasnya.
 
Sementara itu, Andi Mutaqqin dari ELSAM, menyatakan bahwa Bank Dunia akan menerapkan kebijakan perlindungan (safeguards) yang sudah efektif 1 Oktober ini bernama ESF (Environmental Social Framework). Kebijakan baru ini berpotensi untuk menimbulkan praktik-praktik pelanggaran HAM dan kerusakan lingkungan, karena kebijakan-kebijakan utang dan konsekuensi proyeknya akan mengikuti hukum nasional yang standarnya belum cukup memberikan perlindungan terhadap masyarakat terdampak dan lingkungan hidup. Berkali-kali menuai kritik, tak membuat Bank Dunia mundur dari rencananya menerapkan sistem baru ini. 
 
“Bagaimana jika standar hukum nasionalnya jauh di bawah standar safeguards Bank Dunia,' tanya Andi.
 
 
Secara khusus Hamong Santono juga menyampaikan pendapatnya tentang kepentingan Indonesia yang perlu diperjuangkan agar penyelenggaraan IMF-World Bank Annual Meeting benar-benar memberi manfaat bagi Indonesia. Menurutnya pemerintah Indonesia dapat memanfaatkan pertemuan IMF-WB untuk mendorong isu-isu besar yang tidak mampu diselesaikan oleh Indonesia sendiri, semisal illicit financial flow dan asset recovery.
 
 
Sementara, Ah Maftuchan, Direktur Perkumpulan Prakarsa menyayangkan pemerintah Indonesia sebagai tuan rumah, berlaku eksklusif. Seharusnya agenda dan prosesnya terbuka untuk publik. Lebih jauh Maftuch menyatakan The People's Summit akan memberikan ruang bagi CSOs untuk berdiskusi, memberikan kritik, dan saran secara lebih proporsional serta berbasis bukti. 
 
People’s Summit on Alternative Development dalam penyelenggaraannya mencoba merangkul sebanyak mungkin suara yang merefleksikan pandangan tentang Bank Dunia/IMF serta dampak aktivitasnya. 
 
Turut hadir  Mike dari Band Marjinal-Taring Babi yang merupakan salah satu penyelenggara acara People Summit. Mike secara keras mengkritisi utang Indonesia.
 
"Pada hari ini kita harus menyadari bahwa utang hari ini adalah utang sejarah. Utang ini adalah warisan penguasa yang hanya dinikmati oleh penguasa ke penguasa berikutnya saja namun rakyat yang harus membayar dan terbeban. Seharusnya negeri ini dapat membangun kesejahteraannya dari untuk dan oleh rakyat. Kita harus berhenti gali lobang bikin utang, lagi utang nambah lobang, utang bertambah tak kurang-kurang, rakyat lagi yang jadi korban! Siapapun pemerintahnya, kalau watak dan praktiknya masih sama maka tidak akan ada perubahan," tegasnya.(BB)


Berita Terkini