Baliberkarya.com - Suara Rakyat Bali Membangun

JL. Patih Nambi XII No.5, Desa Ubung Kaja, Denpasar Utara

Call:081353114888

redaksi@baliberkarya.com

IMF-WB Bahas Inovasi Jasa Keuangan Digital, Eko Budi Cahyono: Fintech Bodong Tak Terbendung

Jumat, 05 Oktober 2018

Baliberkarya.com - Suara Rakyat Bali Membangun

ilustrasi nett

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Inovasi digital di sektor jasa keuangan menjadi salah satu perhatian utama pemerintah Indonesia dalam ekosistem bisnis digital. Salah satunya dengan maraknya keberadaan financial technology (fintech/fintek) yang terus berkembang pesat.
 
Berbagai isu dan permasalahan soal fintech secara global akan menjadi salah satu materi bahasan dalam pertemuan IMF-World Bank yang berlangsung 8-14 Oktober mendatang di Nusa Dua. 
 
 
"Fintech akan menjadi salah satu bahasan di IMF-WB. Salah satu isu serius yang menarik perhatian kita semua seiring pesatnya perkembangan fintech, malah banyak juga fintech yang bodong dan berpotensi merugikan masyarakat maupun investor," kata ekonom H.M. Eko Budi Cahyono, S.E.,M.M.,M.H.,di Denpasar.
 
Pria yang juga salah satu undangan peserta dalam negeri di IMF-WB dari kalangan profesional itu menjelaskan, sama seperti industri e-commerce yang nilai pasarnya terus membesar, nilai pasar di industri fintech juga terus menunjukkan trend positif. Pada tahun 2017 nilai transaksi industri fintech di Indonesia mencapai estimasi 18,65 miliar dolar AS. 
 
Pertumbuhan perusahaan fintech di Indonesia diprediksi akan tumbuh melesat ‎dalam periode 10 tahun ke depan. Riset terbaru Morgan Stanley, memproyeksikan nilai pasar perusahaan fintech bisa mencapai USD150 miliar di 2027. 
 
Angka itu setara dengan pasar fintech pembayaran (payment) sebesar Rp1.000 triliun (Rp1 kuadriliun) dan fintech pinjam meminjam (P2P lending) sebesar Rp1.200 triliun (Rp1,2 kuadriliun). Kondisi ini  pun akan secara drastis mengubah perilaku masyarakat atau nasabah dalam menggunakan layanan perbankan di dalam negeri.
 
 
Namun peluang tersebut juga memunculkan tantangan serius dengan semakin maraknya keberadaan fintech bodong yang meresahkan masyarakat, nasabah dan juga pihak perbankan. Pada September 2018 ini OJK (Otoritas Jasa Keuangan) merilis ada 182 platform Fintek P2P Lending ilegal yang tidak mengantongi tanda terdaftar dan izin dari OJK. Jumlah ini ditemukan melalui penulusuran di website dan aplikasi google playstore.
 
Sebelumnya pada Juli 2017, OJK menemukan ada 227 entitas platform P2P Lending ilegal. Maka jumlah platform P2P Lending ilegal yang berhasil dikumpulkan OJK melalui Satgas Waspada Investasi mencapai 407 entitas.
 
"Keberadaan fintech ini secara teknologi tidak bisa dibatasi. Apalagi jangkauannya tak terbatas. Jadi potensi munculnya fintek bodong atau abal-abal akan semakin besar dan sulit dibendung sehingga akan jadi tantangan serius pemerintah dan pelaku industri ini," terang Eko Cahyono yang juga caleg DPR RI dapil Bali dari PKB nomor urut 2 itu.
 
Berdasarkan data resmi OJK, disebutkan bahwa sampai dengan Agustus 2018, total jumlah penyelenggara fintek terdaftar dan berizin dari OJK adalah sebanyak 64 perusahaan. Sementara hingga September 2018 ada jumlah itu bertambah menjadi 67 platform fintek terdaftar dan berizin dari OJK. Padahal jumlah fintek yang beroperasi di tanah air diprediksi lebih dari 500 platform.
 
 
"Saat ini kita harus kuatkan regulasi soal fintech ini. Termasuk bagaimana upaya menangani fintech yang bodong dan jika sampai merugikan masyarakat secara luas," ungkap Eko Cahyono yang juga pendiri Ekonomi Bali Creatif itu.
 
Eko yang juga konsultan ekonomi manajemen keuangan dan properti itu menegaskan pemerintah perlu merancang adanya peta jalan fintech seperti peta jalan e-commerce yang sudah dibuat melalui Perpres Nomor  74 Tahun 2017 tentang Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik (Road Map e-Commerce) Tahun 2017-2019.
 
"Fintech harus diatur untuk memberikan iklim inovasi layanan keuangan pesat tapi tetap memerhatikan aspek perlindungan konsumen dan prinsip kehati-hatian," tegas Eko Cahyono.
 
Ada sejumlah isu yang harus diantisipasi dan diatur dalam regulasi. Pertama, transaksi lintas batas negara. Sebab bisa saja transaksi fintech berlangsung lintas negara. Misalnya perusahaan fintech berbasis di Indonesia tapi juga punya nasabah di luar negeri. 
 
 
Kedua, soal juga perlindungan data pribadi dan perlindungan konsumen.  Fintech mampu mengumpulkan data nasabah dalam jumlah besar (big data) dan detail serta terstruktur. Maka perlu dilakukan pengaturan perlindungan data nasabah agar tidak disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. 
 
Berikutnya adalah masalah penguatan daya saing fintech lokal. Saat ini fintech yang beroperasi di Indonesia juga sebagian berasal dari luar negeri. Bahkan banyak fintech bodong yang beroperasi di tanah air berasal mayoritas berasal dari Tiongkok.
 
"Kita ingin fintech menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Jangan mau dijajah fintek asing. Kita harus jadi produsen teknologi, jangan hanya jadi konsumen," imbuh Eko.
 
Eksistensi fintech juga jangan sampai lupa dengan marwah kemunculannya dimana harus berperan meningkatkan inklusi keuangan dan literasi keuangan masyarakat. Fintech jangan hanya mengejar inklusi keuangan tanpa serius memerhatikan aspek literasinya. 
 
Artinya jangan menggenjot penjualan produk atau layanan atau betul-betul memberikan edukasi pasar kepada calon nasabah tentang seperti apa kebutuhan mereka terhadap produk dan layanan fintech ini.
 
“Maka keseimbangan antara aspek inklusi keuangan daengan manajermen risiko nasabah maupun pelaku fintech juga harus menjadi prioritas dan perhatian serius,” pungkas penulis buku ekonomi bisnis "best seller" berjudul "Sukses Ada di Pikiran dan Infrastruktur Ekonomi" itu.
 
Namun diakui masih banyak tantangan yang harus dihadapi selain aspek belum siapnya regulasi komprehensif terkait fintech ini. Misalnya menyangkut sumber daya teknologi, sumber daya manusia (SDM) serta infrastruktur yang terbatas. "Indonesia selalu terlambat menyiapkan semua hal tersebut. Salah satunya dampak negatifnya adalah lahir fintech bodong," tutup Eko. (BB) 


Berita Terkini