Pengerajin Bali Keluhkan Pemerintah "Persulit" Keluarkan SVLK
Rabu, 15 November 2017
IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI
GOOGLE NEWS
Baliberkarya.com-Denpasar. Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) rencananya akan kembali menggelar sebuah even di Indonesia dalam upaya memperkenalkan produk Indonesia serta menumbuhkan kreativitas para pengerajin mebel dan kerajinan agar memiliki daya saing di pasar global.
"Agenda yang digelar setiap tahun ini mendapat apresiasi dari 42 anggota HIMKI di Bali. Even besar ini akan digelar selama lima hari dari tanggal 9 sampai 11 Maret 2018 tahun depan. Pelaku industri dari Bali tolong betul-betul memanfaatkan peluang dalam mempromosikan produk terutama hasil kerajinan Bali," ucap Ketua HIMKI Bali Ketut Wiranantaja usai menggelar Roadshow IFEX 2018 di Denpasar, Rabu (15/11/2017).
Menurutnya, agenda Indonesia International Furniture Expo (IFEX) tiap tahunnya cenderung mengalami peningkatan. Untuk tahun depan lahan yang disediakan penyelenggara seluas 60 ribu meter persegi, sementara "buyer" yang akan didatangkan mencapai 11.200 ditambah 500 partisipan.
"Harapan besar sudah bisa dinikmati pelaku industri dalam negeri tanpa harus pergi pameran ke luar negeri dengan biaya tinggi. Untuk saat ini luas lahan yang disewa Bali mencapai 400 meter persegi dan bisa lebih dari itu. Bahkan Jawa Tengah saja sudah pesan 1000 meter persegi," ungkapnya.
Menurut Wiranantaja, dalam meraup pasar kedepannya diperlukan kreativitas dan ikon baru dalam menembus pasar sehingga mampu bersaing dalam pasar global.
"Memang unik menuju arah sana (pasar global) modal yang dibutuhkan cukup tinggi, tapi paling tidak kita sudah mencoba. Paling tidak kita mampu bersaing, tidak kalah dengan pameran di luar," jelasnya.
Ia mengungkapkan persoalan yang dihadapi pihaknya saat ini yaitu sulitnya memperoleh SVLK (Sistem Verifikasi Legalitas Kayu) yaitu semacam surat legalitas dari produk yang dihasilkan, kalau itu dari bahan baku kayu.
"Saya sendiri yang sudah berkecimpung puluhan tahun di industri sampai sekarang belum punya SVLK, padahal kalau mau ekspor kita perlu itu," sebutnya.
Wiranantaja mengaku untuk mendapatkan SVLK itu pelaku usaha harus merogoh kocek sekitar Rp 30 juta, belum lagi setiap tahun harus diperpanjang. Baginya, pemerintah sendiri anehnya tidak berani mengeluarkan SVLK meski demi kebaikan dan kemajuan sektor industri ataupun para pengerajin.
"Gambaran mereka (pemerintah) industri itu mengeluarkan asap seperti di pabrik-pabrik, menggunakan mesin besar, padahal tidak seperti itu. Nah, untungnya kita terbantu dengan adanya SVLK cadangan yang dimiliki cargo, jadi kita bisa ikut disana," sentil Wiranantaja.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali yang diwakili oleh Kepala Bidang Perdagangan Luar Negeri AA Ngurah Bagawinata menyebutkan, pemerintah diharapkan bisa membantu pelaku industri di Provinsi Bali dalam memudahkan ekspor impor.
"Ada beberapa kemudahan- kemudahan yang bisa dilakukan asalkan persyaratan telah dipenuhi. Ada kriteria barang yang bisa diekspor, mana yang tidak, serta mana yang dibatasi ekspornya," sebutnya.
BACA JUGA : Wow!! 33 PSK Terjaring Razia Satpol PP
Menyadari Bali tidak memiliki sumber daya alam dan hanya memiliki sumber daya kreatif sehingga perlu kiranya pemerintah mendorong sektor riil agar lebih maju. Lebih jauh ia mengakui permasalahan yang kerap dihadapi pelaku industri ialah masalah dokumen yang kerap tidak dipahami.
"Pertumbuhan industri kerajinan dari tahun 2012 hingga 2018 mencapai 8,29 persen per tahun dengan nilai investasi mencapai Rp 3,3 triliun dengan penyerapan tenaga kerja 96.462 orang. Sedangkan realisasi ekspor Bali tumbuh 4,84 persen tiap tahunnya," ucap Bagawinata.
"Bali memiliki lima pintu gerbang pengiriman barang diantaranya Bandara Ngurah Rai, Pelabuhan Benoa, Celukan Bawang, Padang Bai, dan Gilimanuk. Namun Ekspor terbesar dilakukan dari Bali melalui pelabuhan laut Tanjung Perak Surabaya sekitar 58,4 persen," pungkasnya.(BB).