Arah! Exsekutif Ingin Tegakkan Aturan, Legislatif Minta Eksekusi Ditunda
Rabu, 18 Oktober 2017
ilustrasi
Baliberkarya.com-Jembrana. Munculnya keputusan pihak desa pakraman untuk menutup semua kafe yang beroperasi secara ilegal di kawasan pesisir Desa Delod Berawah, Mendoyo disikapi Pemkab Jembrana setelah pihak desa pakraman setempat menyerahkan penutupannya ke Pemkab Jembrana.
Pemkab Jembrana setelah melalui proses mediasi melalui beberapa kali pertemuan, langsung mengirimkan surat edaran yang ditandatangani Sekda Jembrana kepada semua pengola kafe yang ada di kawasan tersebut.
Surat edaran tersebut terkait penutupan usaha kafe-kafe tersebut dengan batas toleransi hingga 15 hari kedepan setelah surat edaran dibuat. Para pengelola/pemilik kafe diminta menutup sendiri usahanya.
Jika tidak mengindahkan Pemkab Jembrana akan melayangkan surat peringatan pertama, kedua dan ketiga. Tidak juga ditutup oleh para pengelola, maka Pol PP Pemkab Jembrana akan melakukan tindakan penutupan.
Surat edaran penutupan kafe tersebut merujuk surat keputusan Desa Pakraman Delod Berawah tetang keputusan petutupan kafe-kafe di wilayah tersebut karena berdampak negatif terhadap lingkungan dan tidak memiliki ijin.
Sekian hari berjalan dan batas penutupan kafe yang diberikan sudah semakin dekat, para pengelola/pemilik kafe rame-rame datangi Kantor DPRD Jembrana untuk "mesadu" dan meminta para dewan memperhatikan nasib mereka.
Sejumlah pengelola/pemilik kafe yang ada di kawasan pesisir Delod Berawah, Mendoyo diterima oleh para Ketua Komisi DPRD Jembrana, Selasa (17/10) siang di ruang rapat DPRD Jembrana, diantaranya I Nyoman S. Kusumayasa, Putu Dwita dan Ida Bagus Susrama serta Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, I Nengah Alit serta OPD terkait
Dalam kesempatan tersebut para pengelola/pengusaha kafe mesadu atau menceritakan awal mula keputusan desa pakraman menutup kafe lantaran berawal dari masalah kecil, namun menjadi besar, yakni hanya masalah persaingan produk minuman Bir yang berimbas dengan nilai konvensasi ke desa.
Para pengelola kafe juga diwajibkan menjual salah satu produk bir dengan target 14.400 krat tanpa adanya pemberitahuan kepada para pengelola kafe. Target ini dua kali lipat dari target pertama yakni hanya 7200 krat. Jika tidak mau memenuhi target kafe-kafe akan ditutup.
Terkait dengan permasalah tersebut para pengola kafe meminta dewan memperhatikan nasib usaha mereka karena rencana penutupan kafe tersebut telah berimbas terhadap jumlah pengunjung. Mereka juga mengaku sulit mengurus SKTS untuk karyawan kafe di desa.
Terkait keluhan para pengelola kafe tersebut DPRD Jembrana merekomendasikan kepada eksekutif untuk menunda eksekusi penutupan puluhan kafe yang berdiri di pesisir Delod Berawah tanpa ijin tersebut. Dewan juga meminta pemerintah memfasilitasi para pengusaha untuk mengurus izin mereka secara kolektif (bersama-sama).
Ketua Komisi B DPRD Jembrana, I Nyoman S. Kusumayasa meminta kejelasan pengurusan izin usaha ini. Pihak eksekutif diminta tidak hanya sekedar menutup, tetapi juga memfasilitasi bagaimana mereka bisa berusaha dengan aturan. Sehingga jelas, termasuk pajak-pajak yang mereka bayar masuk ke kas daerah.
Wakil Ketua Komisi A DPRD Jembrana, I Putu Dwita mendengar keluhan dari pengusaha kafe ini meminta agar pemerintah daerah untuk tidak mengeksekusi. Secara prinsip, pihaknya mengaku tidak setuju dengan penutupan itu.
"Semuanya membutuhkan waktu, kalau memang untuk Delod Berawah yang lebih baik, mari bersama-sama,” tandas Dwita.
Ketua Komisi C, Ida Bagus Susrama mengatakan dari hasil rapat kemarin Dewan akan melayangkan surat ke eksekutif untuk menunda eksekusi hingga para pengusaha kafe ini difasilitasi untuk mengurus izin yang diperlukan.
“Surat tersebut segera dikirimkan,” tandas Dewan asal Pendem ini.(BB)