Meski Gunung Agung Siaga, BNPB Nyatakan Berwisata di Bali 'Tetap Aman'
Jumat, 22 September 2017
ist
Baliberkarya.com-Karangasem. Adanya pemberitaan yang berlebihan, bahkan banyak informasi menyesatkan atau hoax yang beredar di masyarakat tentang peningkatan status Gunung Agung, telah menyebabkan sebagian masyarakat takut berkunjung ke Pulau Bali.
Bahkan masyarakat di Bali khususnya masyarakat di Kabupaten Karangasem yang terdekat dengan Gunung Agung pun ada sebagian yang ikut panik.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho menyatakan beberapa kedutaan asing menanyakan kepada Posko BNPB mengenai kondisi aktivitas Gunung Agung dan penanganannya.
Ia mengaku hingga saat ini kondisi pariwisata di Bali masih aman untuk dikunjungi, kecuali di dalam radius yang dilarang oleh PVMBG untuk melakukan aktivitas di sekitar Gunung Agung.
"Tempat wisata di Bali seperti Tanah Lot, Uluwatu, Danau Beratan Bedugul, Istana Tampak Siring, Bali Safari dan Marine Park, Garuda Wisnu Kencana, Pantai Sanur, Tanjung Benoa, Goa Gajah, Kawasan Nusa Penida, Pantai Kuta, dan lainnya aman," ucap Sutopo, Jumat (22/9/2017).
Menurut Sutopo, tidak ada dampak langsung dari kenaikan status Gunung Agung menjadi Siaga terhadap kawasan wisata tersebut. Pasalnya, lokasi wisata di daerah tersebut jauh dari Gunung Agung. Begitu pula Bandara Internasional Ngurah Rai juga jauh jaraknya dengan Gunung Agung.
"Aktivitas penerbangan normal. Jadi tidak ada alasan untuk khawatir dengan keselamatan berwisata di Bali," tegasnya.
Memang, lanjut Sutopi, aktivitas vulkanik Gunung Agung di Kabupaten Karangasem meningkat. Sejak pukul 00.00-12.00 Wita pada Jumat 22/9/2017, telah terjadi 58 gempa vulkanik dangkal, 318 kali gempa vulkanik dalam, dan 44 kali gempa tektonik lokal.
"Masyarakat yang tinggal di dalam radius sesuai rekomendasi PVMBG sebagian telah mengungsi. Pemerintah dan Pemerintah daerah dibantu dari berbagai pihak terus menyalurkan bantuan dan menangani pengungsi," ungkapnya.
Rekomendasi PVMBG, kata Sutopo, adalah masyarakat di sekitar Gunung Agung dan pendaki/pengunjung/wisatawan agar tidak beraktivitas, serta tidak melakukan pendakian dan tidak berkemah di dalam area kawah Gunung Agung dan di seluruh area di dalam radius 6 kilometer dari kawah puncak Gunung Agung atau pada elevasi di atas 950 meter dari permukaan laut dan ditambah perluasan sektoral ke arah Utara, Tenggara dan Selatan-Baratdaya sejauh 7,5 kilometer.
"Di dalam radius ini tidak boleh ada wisatawan atau aktivitas masyarakat di dalamnya," himbaunya.
Untuk itu, Sutopo menerangkan bahwa tempat wisata di Bali masih aman dan mempersilakan masyarakat atau wisatawan dalam maupun luar negeri agar tetap berkunjung untuk menikmati indahnya alam, budaya, kuliner dan lainnya di Pulau Bali.
"Pemerintah pasti akan menyampaikan peringatan dini dan informasi yang akurat ketika ada ancaman terhadap masyarakat," terangnya.
Bagi Sutopo, pariwisata merupakan industri yang rentan terhadap berbagai peristiwa bencana. Apalagi Bali adalah daerah tujuan wisata dunia. Badan Pusat Statistik (BPS) Bali mencatat kunjungan wisatawan mancanegara sebanyak 4,92 juta orang selama tahun 2016. Jumlah tersebut meningkat 23,14 persen dibanding tahun sebelumnya yang tercatat 4,001 juta orang. Sementara pada tahun 2017 Bali menargetkan untuk mendatangkan 5,5 juta wisman.
Kehadiran wisatawan dan industri pariwisata memberikan kontribusi besar, seperti kesempatan lapangan kerja, pembiayaan infrastruktur, dan kampanye-advokasi. Bencana memiliki potensi untuk dampak jangka panjang dan mengancam kehidupan manusia serta bisnis, termasuk di dalamnya adalah infrastruktur, pelayanan, transportasi, akomodasi, dan elemen pariwisata lainnya.
"Oleh karena itu, manajemen risiko bencana perlu disiapkan dengan baik dalam pengembangan pariwisata. Banyak kasus membuktikan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat yang berada di suatu destinasi, berbanding positif dengan tingkat kesiapsiagaan. Dengan adanya upaya pembangunan manusia bersamaan dengan pengembangan infrastruktur mitigasi, maka dapat menguatkan daya adaptasi suatu destinasi," ulasnya.
Lebih jauh Sutopo menjelaskan upaya menghadapi bencana tidak cukup dengan sekedar memberikan rambu-rambu atau papan informasi. Rencana dan sistem evakuasi bencana yang sudah dibuat perlu disosialisasikan dan dilatihkan terus menerus.
"Akan lebih baik lagi jika bisa melibatkan wisatawan dengan komunikasi yang baik agar mereka tidak terganggu dan malah merasa aman, sehingga ketika bencana terjadi, maka seluruh aksi akan terjadi dimana pengambilan keputusan dilakukan secara cepat dan tepat pada keadaan darurat, termasuk perihal komunikasi saat krisis," jelas Sutopo mengakhiri.(BB).