Media Diminta Hati-hati, Masalah Agama Rawan "Ditunggangi" Kepentingan Politik
Jumat, 25 Agustus 2017
Baliberkarya
IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI
GOOGLE NEWS
Baliberkarya.com-Denpasar. Untuk menjaga kerukunan antar umat beragama, media massa diminta lebih hati-hati dalam memberitakan masalah agama dan SARA, khususnya saat terjadi konflik. Apalagi, masalah seperti itu rawan ditunggangi kepentingan politik.
"Politisi kita banyak yang belum menjadi negarawan. Banyak yang menghalalkan segara cara," kata Koordinator Nasional Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), Ida Palingsir Agung Putra Sukahet dalam seminar "Peran Lembaga Penyiaran dalam Menangkal Paham Anti Pancasila" di Denpasar, Jum’at (25/8/2017).
Sukahet menegaskan, media massa kini menjadi tumpuan dalam menjaga persatuan bangsa. Pasalnya, euforia demokrasi dan Hak Asazi Manusia membuat peran pemerintah terlihat lemah.
"Kalau media lalai, isu SARA akan gampang digunakan untuk memecah belah," ungkapnya.
Ia memberi contoh pemberitaan mengenai kasus pembakaran tempat ibadah di suatu daerah misalnya, bisa menimbulkan gejolak di daerah lain. Padahal bisa jadi kasusnya, bukan semata-mata masalah agama. Bila hal itu sudah menyebar, akan sangat sulit dan mahal harganya untuk melakukan pemulihan.
FKUB sendiri sudah menyepakati, dalam penanganan masalah SARA akan menghindari komentar atau penyampaiaan informasi yang justru memperkeruh persoalan selama masalahnya belum benar-benar dituntaskan. Pengurus FKUB juga dilarang mengungkit persoalan yang sudah selesai.
Sementara itu Ketua Komisi Penyiaran Bali Made Sunarsa menegaskan, lembaga penyiaran terikat pada ketentuan untuk menjaga Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, UUD 1945 dan NKRI.
"Kalau ada yang menyimpang tentu bisa dikenai sanksi,” ujarnya.
Dalam hal ini, pihaknya terus melakukan pengawasan dan pencegahan mulai dari proses pemberian ijin pendirian lembaga penyiaran.
Pengamat Media dari Universitas Udayana, Dr. Made Ras Amanda Gelgel menyebut, peran media itu terutama untuk mengimbangi penyebaran hoax yang kini merajalela di media sosial.
"Apalagi sudah terungkap hoax yang mengadu domba itu justru menjadi industri yang menguntungkan," kata mantan wartawan itu.
Dari penelitian yang dilakukannya, tingkat kepercayaan publik di Bali terhadap pemberitaan media masih cukup tinggi dimana media televisi menduduki peringkat pertama, disusul media cetak, online dan baru kemudian media sosial.(BB).
Berita Terkini
Berita Terkini
Pemkot Denpasar Imbau Warga Beli LPG 3 Kg di Pangkalan Resmi
10 Januari 2025
Audiensi Bersama Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan
10 Januari 2025
Bappebti Serahkan Pengawasan Aset Kripto ke OJK dan BI
10 Januari 2025