Bertindak Sebagai Penyelenggara Angkutan Umum, Aplikasi Angkutan Online Akui Langgar Hukum
Jumat, 12 Mei 2017
Baliberkarya.com
IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI
GOOGLE NEWS
Baliberkarya.com-Denpasar. Teka teki aplikasi angkutan online baik Grab, Uber, dan Go Car apakah selama ini bertindak hanya sebagai aplikasi semata atau berlaku sebagai operator penyelenggara angkutan akhirnya terjawab sudah.
Dihadapan Kadis Perhubungan (Kadishub) Provinsi Bali, IGA Sudarsana, SH .MH dan Kapolresta Denpasar, Kombes Pol Hadi Purnomo dan Ketua Masyarakat Tarnsportasi Indonesia (MTI) Bali, Rai Ridharta, perwakilan Organda Bali, Dinas Perijinan serta gabungan asosiasi transport lokal Bali, pihak perwakilan perusahaan aplikasi online baik Grab, Uber, dan Go Car mengakui jika perusahaannya hanya sebatas sebagai aplikasi namun kenyataannya mereka berlaku sebagai sebagai operator atau penyelenggara angkutan sehingga melanggar PM Nomer 26 Tahun 2017.
Sebelum pengakuan itu dilontarkan pihak perwakilan perusahaan aplikasi online baik Grab, Uber, dan Go Car, awalnya Ketua Alstar B, Ketut Witra dengan suara lantang menyatakan jika sesuai dengan PM Nomer 26 2017 perusahaan aplikasi itu harus berbadan hukum dan selama mereka tidak memiliki ijin penyelenggara angkutan, sehingga tidak boleh menentukan tarif.
"Aplikasi angkutan harus bekerjasama harus berbadan hukum dulu, sehingga belum ada ijin sudah bicara kuota ataupun tarif. Itu yang perlu dipertegas dan jangan salah artinya PM 26 ini," kata Witra di hadapan Kadis Perhubungan (Kadishub) Provinsi Bali, IGA Sudarsana, SH .MH dan Kapolresta Denpasar, Kombes Pol Hadi Purnomo dalam Sosialisasi PM No.26 tahun 2017 tentang Penyelenggara Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek di Gedung Mapolresta Denpasar, Jumat (12/5/2017).
Pernyataan Witra diperkuat oleh Ketua Dewan Pimpinan Unit (DPU) Taksi Organda Bali, Wayan Pande Sudirta menegaskan jika permasalahannya angkutan online Grab, Uber, Go Car ini karena ketiga perusahaan aplikasi itu tidak mempunyai ijin penyelengara, namun selama setahun lebih dibiarkan pemerintah beroperasi ilegal dan melanggar aturan.
Aplikasi Grab, Uber, Go Car semestinya hanya sebagai penyedia aplikasi saja dan bukan sebagai penyelenggara sehingga Grab, Uber, Grab Car sudah sangat jelas melanggar hukum, karena selama ini menyimpang dan sudah menentukan harga padahal tidak mempunyai ijin penyelenggara angkutan.
"Supaya tidak rancu harus dipertegas apakah Grab, Uber, Go Car sebagai penyelenggara angkutan umum. Jika sebagai penyelenggara harus ikuti ijin semua. Jika tidak mau tunduk go out dari Indonesia. Saya pernah masuk ke Uber dengan Pak Suata, tapi tidak diijinkan mengatur harga. Harganya cuma Rp1.500 perkilometernya. Padahal itu harga hanya pak pok penghasilan sopir onlinenya. Jadi kami keluar tidak mau kerjasama. Apalagi kami kebetulan saya DPU Taksi Organda Bali, sekitar 60 persen pengusaha taksi dan konvensional akan bangkrut karena dibenturkan dengan harga murah," tegasnya.
Sementara salah satu penyelenggara transport lokal, Ngurah Saputra dan Ketut Bujana dalam pertemuan di Mapolresta Denpasar itu menilai selama ini perusahaan aplikasi angkutan online ini sebagai pembangkang lantaran sudah diberi banyak waktu selama satu tahun lebih.
Bahkan, masa sosialisasi diperpanjang namun mereka tidak mau memenuhi aturan, terbukti sampai sekarang pihak aplikasi Grab, Uber, Go Car belum memenuhi ijin dan aturan seperti yang berlaku dari PM 32 Tahun 2016 hingga direvisi menjadi PM 26 Tahun 2017.
"Aplikasi angkutan online ini ibarat tidak memakai helm, ini ramai-ramai tidak memakai helm. Ini kan namanya pelanggaran. Sejak adanya angkutan online yang tak patuhi aturan ini kita mencari anak makan sangat susah, tapi bukan melarang angkutan online di Bali asal memenuhi persyaratan. Jika tidak memenuhi persyaratan harusnya ditutup aplikasinya," sentilnya.
Terkait tudingan banyak pihak jika aplikasi angkutan online baik Grab, Uber, dan Go Car melanggar aturan lantaran selama ini bertindak sebagai operator penyelenggara angkutan dengan menentukan harga serta merekrut sopir dan lainnya akhirnya secara terus terang dengan ditelanjangi didepan umum, ketiga perwakilan pihak aplikasi angkutan online baik Grab, Uber, dan Go Car mengakui pihaknya hanya sebatas aplikasi saja dan tidak berhak berlaku sebagai operator penyelenggara angkutan. Mereka juga mengaku jika ijinnya hanya PMA di Jakarta dan di Bali belum ada ijin cabang.
BACA JUGA :
"Kita mengakui mengenai kedudukan dalam perundangan yang berlaku hanya sebagai penyelenggara aplikasi, bukan sebagai penyelenggara angkutan umum. Dan sekarang masih dalam ijin PMA daerah Bali. Dalam PM26 memang diwajibkan dengan perusahaan atau koperasi yang memiliki ijin penyelenggara. Saya sudah pastikan itu. Ijinnya masih sewa umum, karena angkutan sewa khusus baru 1 April jadinya kita masih proses transisi ijinnya ke angkutan sewa khusus. Kami sedang berproses lewat aturan termasuk stiker dan dashboard," dalihnya.
Terkait hal itu, Kadishub Bali, IGA Sudarsana, SH.MH juga menegaskan tidak ada peluang aplikasi online sebagai penyelenggara angkutan umum. Untuk itu, per 1 Juli penindakan penertiban harus dilakukan. Berkaitan dengan kuota sudah ditetapkan gubernur dari kajian pihak ketiga. Soal penyedia aplikasi taksi online apakah berijin atau tidak harus dijawab perwakilan dari aplikasi Grab dan Uber.
"Jika belum ada ijin ya perlu disambangi nanti petugas. Aplikasi online tidak berpeluang menjadi penyelenggara angkutan. Kita akan sampaikan sanksinya sangat berat, karena tanggung renteng. Tapi kita harus hormati keputusan pemerintah yang memberikan tenggang waktu 3 bulan. Itu per 1 Juli kita akan tertibkan semuanya, mau online termasuk angkutan konvensional yang tidak berijin akan kita tindak," ancamnya.
Diakhir pertemuan Sosialisasi PM No.26 tahun 2017 tentang Penyelenggara Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek di Gedung Mapolresta Denpasar, pihak perwakilan perusahaan aplikasi online baik Grab, Uber, dan Go Car dan gabungan asosiasi transport lokal Bali menandatangani surat kesepakatan dan mulai 1 Juli 2017 siap ditindak jika belum mematuhi dan melanggar PM 26 Tahun 2017 dengan dibubuhi tanda tangan Kadis Perhubungan (Kadishub) Provinsi Bali, IGA Sudarsana, SH .MH dan Kapolresta Denpasar, Kombes Pol Hadi Purnomo dan Ketua Masyarakat Tarnsportasi Indonesia (MTI) Bali, Rai Ridharta, perwakilan Organda Bali, Dinas Perijinan serta pihak terkait lainnya.(BB).