Diduga Ditilep, Pemucuk Desa Adat Pertanyakan Dana Taktis
Minggu, 23 April 2017
Baliberkarya.com
IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI
GOOGLE NEWS
Baliberkarya.com-Jembrana. Polemik di Desa Delod Berawah, Kecamatan Mendoyo, Jembrana yang dipicu komentar Perbekel Delod Berawah terkait keberadaan kafe ternyata terus berlanjut.
Setelah para pengelola/pemilik kafe mengancam akan melawan jika kafe-kafe mereka ditutup, kini giliran sejumlah pemucuk desa adat mempertanyakan keberadaan dana taktis yang dikumpulkan dari pengelola kafe.
Bukan hanya itu, pemucuk juga mempertanyakan nilai konvensasi yang harus diterima pihak desa terkait kontrak dengan distributor Bir Angker karena penjelasan pihak desa terkait besarnya nilai konvensasi yang diterima desa tidak masuk akal.
"Dalam pertanggungjawaban keuangan Tim Kawasan Wisata ada pengeluaran untuk dana taktis nilainya perbulan sebesar dua juta lima ratus ribu,” terang Nyoman Yudi Wartono, Penasehat Tim Kawasan Wisata yang juga pemucuk desa adat, Minggu (23/4/2017).
Menurutnya dalam satu kesempatan rapat pertangungjawaban keuangan yang bersumber dari punggutan dari pengelola kafe dan hasil penjualan bir, dirinya sempat menanyakan terkait pengeluaran dana taktis tersebut.
Saat itu dijelaskan oleh Perbekel Delod Berawah Made Rentana, dana taktis tersebut diberikan secara merata kepada Polres, Polsek dan Koramil. Pengeluaran dana taktis tersebut menurut Yudi telah berlangsung sejak tiga tahun.
Kenyataannya baru-baru ini pihaknya didatangi aparat dari Polsek mempertanyakan mengenai informasi dana taktis tersebut karena mereka tidak pernah tahu dengan dana taktis tersebut.
"Terus kemana dana taktis itu, siapa yang diberikan? Ini yang kami pertanyakan agar kelir semuannya,” imbuhnya.
Pernyataan Yudi ini juga dibenarkan oleh Pamucuk Desa Adat Lainnya. Bahkan pemucuk lainnya juga mempertanyakan konvensasi kerjasama antara distributor Bir Angker yang harus diterima pihak desa yang selama ini dinilai ganjil.
Dimana pada kontrak pertama antara pihak distributor Bir Angker dengan pihak desa disepakati target penjualan setahun sebanyak 7.200 krat dengan konvensasi Rp 300 juta untuk pihak desa.
Namun dalam kontrak kedua dengan distributor yang sama justru target penjualan per tahun dua kali lipat kontrak pertama, yakni mencapai 14 ribu krat. Tapi kontribusi buat desa justru tetap Rp 300 juta.
"Ini kan ganjil. Seharusnya jika target penjualan Bir Angker 14 ribu per tahun seharusnya konvensasi untuk desa enam ratus juta rupiah. Ini kok tetap tiga ratus juta rupiah. Ada apa ini,?” kata Ketut Purnawirama, pemucuk desa adat lainnya.
Terkait hal tersebut, dalam setiap kesempatan rapat pertanggungjawaban, pihaknya terus menanyakan mengenai konvensasi tersebut. Namun baik Bendesa Delod Berawah maupun Perbekel tidak bisa memberikan penjelasan.
"Ini aneh saya sebagai pemucuk sudah sering menanyakan masalah konvensasi itu di setiap rapat tapi sampai sekarang pihak desa tidak bisa menjawabnya,” tegas Purnawirama atau yang akrab dipanggil Tumplung ini.
Terkait masalah tersebut dirinya dan pemucuk lainnya minta pihak perbekel ataupun bendesa menjelaskan secara terbuka dan jelas mengenai dana taktis agar tidak menimbulkan fitnah serta menjelaskan mengenai konvensasi yang harus diterima pihak desa, sehingga masalahnya tidak berlarut-larut.
Sementara itu Perbekel Delod Berawah Made Rentana dan Bendesa Pakraman Delod Berawah belum bisa dikonfirmasi. Dicoba dihubungi wartawan melalui polselnya dalam keafaan aktif namun tidak diangkat.(BB)