Perbekel Dituding Pungli Malah Mau Tutup Kafe Delod Berawah, Pengelola Siap Melawan!
Sabtu, 22 April 2017
Baliberkarya.com
IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI
GOOGLE NEWS
Baliberkarya.com-Jembrana. Perseteruan antara pihak Perbekel Delod Berawah dengan para pemilik atau pengelola kafe Delod Berawah terus bergulir dan memanas.
Perseteruan bermula Perbekel Delod Berawah awalnya dituding pihak pemilik dan pengelola kafe yang buka-bukaan menyatakan Perbekel kerap melakukan pungutan liar atau pungli bertahun-tahun. Tudingan itu kini berujung rencana pihak Perbekel justru mengancam akan menutup seluruh kafe diwilayahnya tersebut.
Terkait ancaman Perbekel itu, para pemilik atau pengelola kafe yang beroperasi di kawasan pesisir Desa Delod Berawah, Kecamatan Mendoyo, Jembrana juga tak terima dan siap tidak tinggal diam dengan melakukan perlawanan mati-matian jika kafe sumber penghidupan mereka akan ditutup pihak Pebekel.
Seperti diiketahui pada Jumat (21/4) malam berlangsung rapat terkait polemik dengan pengelola kafe yang dipimpin Perbekel Delod Berawah Made Rentana dan Bendesa Pakraman Delod Berawah di Bale Banjar Telepus Dangin Marga.
Dalam rapat yang dihadiri oleh puluhan masyarakat Banjar Telepus Dangin Marga tersebut diputuskan seluruh kafe akan ditutup karena tidak berizin dan menganggu ketentraman warga serta tidak mematuhi aturan Desa Pakraman setempat.
"Silahkan saja kalau nutup semua kafe. Yang jelas kami akan melakukan perlawanan," ancam Ketut Purnawirama, pengelola kafe sekaligus salah seorang Pamucuk Desa Pakraman Delod Berawah mewakili pengelola. Kafe lainnya, Sabtu (22/4/2017).
Menurutnya, keputusan untuk menutup semua kafe adalah keputusan keliru karena akan menyebabkan Desa Delod Berawah mundur dan kembali terpuruk seperti sebelum adanya kafe-kafe tersebut.
Mengingat sejak 18 tahun kafe-kafe di Delod berawah berdiri, kontribusinya ke desa baik itu desa pakraman maupun desa dinas sangat besar.
"Lihat saja, pembelian perluasan tanah Pura Dalem itu kan dari kontribusi pengelola/pengusaha kafe, termasuk pembangunan di Pura Puseh," ungkapnya yang dibenarkan pengelola kafe lainnya.
Purnawirama atau yang akrab dipanggil Tumplung ini juga mengganggap hasil rapat tersebut tidak relevan. Pasalnya, rapat tersebut dilaksanakan di Banjar Adat Telepus dan dihadiri oleh masyarakat Telepus, yang notabennya tidak ada kafe di banjar tersebut.
"Jika masyarakat Banjar Tunjung yang keberatan dan meminta kafe ditutup kami mungkin masih menerima karena kafe-kafe ini adanya di Banjar Tunjung. Ini kok banjar lain yang keberatan. Jelas kami nggak terima," sentil Tumplung.
Jika Perbekel dan Bendesa Pakraman menutup kafe dengan menjadikan masyarakat Banjar Telepus sebagai tameng, Tumplung dan pengelola lainnya juga siap melawan dengan mengeluarkan masyarakat banjarnya.
"Kalau mereka mengeluarkan banjar, Telepus, saya juga siap mengeluarkan banjar. Saya ini warga Delod Berawah yang juga punya banjar," hardiknya.
Bagi Tumplung, rencana penutupan kafe dengan dasar hasil rapat di banjar lain adalah hanya dalil dari Perbekel saja. Masalah yang sebenarnya adalah target penjualaan Bir Angker sesuai kontrak kerjasama antara pihak desa dengan distributor tidak tercapai.
Sehingga pihak desa berusaha menggiring masyarakat agar mau memunculkan aspirasi penutupan kafe. Sayangnya aspirasi yang dipakai tameng itu justru muncul dibanjar lain, bukan dari warga banjar tempat berdirinya kafe-kafe itu.
"Sumber masalah yang sebenarnya adalah target penjualan Bir Angker. Target penjualan itu berhubungan dengan konvensasi," sindirnya.
Tumplung dan pengelola kafe lainnya, juga mengaku heran terkait konvensasi penjualan Bir. Dimana kontrak pertama dengan Bir Bintang targetnya 7200 krat pertahun dengan nilai konvensai untuk desa Rp 300 juta.
Namun yang makin janggal dan mengherankan kontrak kedua dengan bir Angker targetnya dua kali lipat yakni 14.000 krat pertahun dengan konvensasi juga sama Rp 300 juta.
"Ada apa ini target kerjasama kedua dua kali lipat kerjasama pertama kok konvensasinya sama nilainya. Saya sebagai pemucuk desa pakraman juga sering tanyakan ini tapi pihak desa tidak bisa menjawab. Ini sebenarnya permasalahan utamanya," tegas Tumplung.
Pendapat lainnya disampaikan Pak Dem selaku pengelola kafe lainnya akan menyikapi lebih serius keputusan pihak desa yang akan menutup seluruh kafe dengan menggelar pertemuan bersama para pemilik atau pengelola kafe.
"Nanti malam kami (pemilik/pengelola kafe) akan rapat membahas permasalahan ini. Yang jelas kami akan melawan keputusan penutupan kafe itu," tandas Pak Dem menyudahi. (BB).