Baliberkarya.com - Suara Rakyat Bali Membangun

JL. Patih Nambi XII No.5, Desa Ubung Kaja, Denpasar Utara

Call:081353114888

redaksi@baliberkarya.com

Tak Miliki Izin Penyelenggara, Aplikasi Angkutan Online Servernya Harus Diblokir

Selasa, 21 Maret 2017

Baliberkarya.com - Suara Rakyat Bali Membangun

ilustrasi

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Setelah sekian lama diberi batas waktu pengurus ijin oleh pemerintah untuk memenuhi segala regulasi dan perijinan, namun aplikasi angkutan online baik Uber maupun Grab tampaknya membandel dan tidak terlihat berniat serius menjalankan amanat sesuai perintah undang-undang yang berlaku. Akibatnya, selain ditolak sebagian besar sopir lokal di Tanah Air termasuk sopir lokal di Bali, kini sorotan miring kembali menerpa perusahaan berbasis aplikasi angkutan online asing tersebut.

Sebelumnya pernyataan tegas disampaikan Sekjen DPP Organda, Ateng Haryono disela Musyawarah Kerja Daerah (Muskerda) III DPD Organda Bali 2017 kemarin yang mendorong dan berharap Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tetap berpikir jernih sesegera mungkin menerapkan PM 32 dan memblokir aplikasi angkutan online baik Grab maupun Uber jika tak mau memenuhi PM Perhubungan No 32 Tahun 2016 yang telah disepakati dalam masa sosialisasi.

BACA JUGA : Buka Musrenbang RKPD 2018, Gubernur Serahkan Anugerah Pangripta Nusantara Tingkat Provinsi Bali

Kini, kritikan tajam dan pedas terhadap aplikasi Grab dan Uber itu dilontarkan Wakil Ketua III Organda Bali, I Wayan Pande Sudirta, SH. Menurut Pande, jika aplikasi angkutan online sebenarnya adalah pengganti dari telepon, atau komunikasi voice yang memakai komunikasi data sehingga sejatinya yang dipermasalahkan selama ini adalah bukan hanya aplikasinya. Baginya, yang bermasalah adalah izinnya penyelenggara yang tidak dimemiliki aplikasi sesuai ijin yang berlaku.



"Karena dia (aplikasi angkutan online) selama ini sebagai pelaksana dan penyelenggara angkutan umum harus memiliki ijin penyelenggara seperti Wahana Taksi, Ngurah Rai Taksi dan sebagainya. Menunya itu khan taksi maka online itu khan mengorder taksi bukan sewa di aplikasi, kalo dia memilih mobil sewa maka sewa bukan menggunakan argometer," ucap Pande saat ditemui awak media, Selasa (21/3/2017).

Pande yang juga Ketua Koperasi Ngurah Rai Taksi itu mengungkapkan jika aplikasi angkutan online baik Grab dan Uber selama ini berlaku sebagai pelaksana maka sudah melanggar lantaran tidak ada ijin penyelenggara. Sebagai pelaksananpun, kata Pande, tetap salah walaupun mereka menggunakan aplikasi, dan ini yang menjadi penyebab permasalahan yang tiap hari dipermasalahkan.

"Ini pelaksananya kan di undur sampai awal bulan April untuk menjadi ketentuan, kalo mereka (aplikasi angkutan online) pada awal bulan April tidak memiliki izin ya mereka tidak boleh operasi," ungkap Pande.

BACA JUGA : Mudahkan Pelayanan kepada Masyarakat, Densel Gelar Program “Smart Village”

Untuk itu, Pande berharap petugas Dinas Perhubungan Bali membuat kerjasama dengan Kominfo supaya bisa memblokir aplikasi angkutan online yang ada, mengingat Kominfo mempunyai hak melakukan pemblokiran tersebut.



Sejatinya, lanjut Pande, perusahan yang menggunakan aplikasi itu harus melaporkan kepada Dinas Perhubungan sesuai dengan ketentuan dan akses yang diberikan.

"Nyatanya mereka di pusat juga belum berijin, makanya dengan kerjasama bersama Kominfo memblok servernya aplikasi angkutan online langsung, bukan hanya aplikasinya yang di blokir melainkan pusatnya langsung," tegasnya.

Pande mengkritik pernyataan dan sikap Kepala Dinas Perhubungan Bali I Gusti Agung Sudarsana yang sempat menyatakan ijin aplikasi angkutan online itu resmi. Ia meminta Kadishub Bali harus menjelaskan dasarnya tersebut dan resmi itu harus sesuai dengan PM 32 dimana aplikasi angkutan online harus memiliki perijinan jika dia pemegang perusahaan aplikasi.

Pasalnya, aplikasi angkutan online baik itu Grab maupun Uber tidak boleh mengatur ketentuan-ketentuan yang ada seperti mengatur harga dan sebagainya layaknya operator.



"Saya tidak mengerti dengan Kepala Dinas Perhubungan Bali, karena dengan logikanya secara hukum kendaraan sewa tidak bisa menetapkan harga, namun dalam permasalahan ini kan tidak sesuai dengan peraturan, inilah fungsinya Organda mengambil langkah bersama pemerintah," jelasnya.

"Aplikasi angkutan online hanya sebagai penyedia aplikasi jelas beda itu. Dulu pada saat saya ingin masuk ke Uber sebagai penyelenggara saya mengatakan kamu jangan masang harga yang seperti ini bisa mati semua kita. Tetapi ketika saya diberikan ijin untuk masuk saya tidak di ijinkan untuk mengatur harga karena saya hanya partner," imbuhnya.

Lebih jauh Pande menerangkan selain memenuhi seluruh ketentuan PM 32 itu, pihak taksi resmi menginginkan tarif angkutan online atau taksi online sama dengan taksi yang ada selama ini. Menurutnya, harga taksi resmi Rp 6500 perkilo berdasarkan keputusan Gubernur Bali. Baginya, jika angkutan online terus melakukan "predatory pricing" atau menerapkan harga kurang wajar dan menjatuhkan seperti ini maka akan mematikan taksi resmi yang sudah ada.

Ia memberi contoh seperti taksi Ngurah Rai yang dipimpinnya pengasilannya sangat anjlok dan turun drastis hingga 60 persen akibat Grab dan Uber yang menjatuhkan harga resmi yang ditetapkan pemerintah.



"Penghasilan kami 60 persen menurun dikarenakan Uber dan Grab yang menyerang dan memberlakukan harga yang tidak wajar yang sangat murah. Saya inginkan angkutan online yang ada samakan semua samakan tarifnya dengan taksi yakni Rp 6500 untuk tarif awal. Bahkan Pak Puji dari Kemenhub menginginkan tarif angkutan online tarifnya di atas konvensional atau taksi resmi karena semuanya akan berjalan baik dan taksi lokal pasti hidup," terangnya.

Oleh karena itu, sambung Pande, mulai 1 April nanti jika aplikasi angkutan online tidak mau memenuhi PM 32 yang telah disepakati dan ditentukan Kemenhub maka sudah sepantasnya angkutan online harus berhenti beroperasi dan menghentikan semua kegiatan online tersebut, dan bila tetap membandel beroperasi maka Dinas Perhubungan Bali harus segera ambil tindakan bagaimana caranya dia harus berhenti, jangan sampai transport lokal semua mengambil tindakan yang tidak diinginkan.

BACA JUGA : Mantapkan Pelaksanaan Tugas Tim Saber Pungli, Pemprov Bali Gelar FGD

"Saya akan mengusulkan apabila aplikasi angkutan online nantinya sudah resmi maka dia harus mau tarifnya di atas angkutan konvensional atau setidak-tidaknya sama dengan taksi resmi, jika tidak bisa seperti itu maka Organda dan pemerintah tidak bisa mengambil peran yang baik. Kita juga punya aplikasi tapi cara penerapannya kita tidak seperti Grab dan Uber yang merugikan transport yang lain dan hanya digunakan sebagai reservasi saja," pungkasnya.(BB).


Berita Terkini