Baliberkarya.com - Suara Rakyat Bali Membangun

JL. Patih Nambi XII No.5, Desa Ubung Kaja, Denpasar Utara

Call:081353114888

redaksi@baliberkarya.com

Tak Ikuti PM 32, Organda Minta Kemenhub 1 April Blokir Aplikasi Angkutan Online

Senin, 20 Maret 2017

Baliberkarya.com - Suara Rakyat Bali Membangun

Istimewa

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Masa sosialisasi Peraturan Menteri (PM) Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek akan segera akan berlaku mulai 1 April 2017 setelah sebelumnya sempat molor dan mengalami perpanjangan. Peraturan Menteri (PM) Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 dinilai akan lebih jelas mengatur angkutan berbasis aplikasi online yang menuai banyak penolakan sopir lokal di Tanah Air.

Awalnya, Peraturan Menteri (PM) Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 itu yang telah disepakati dan tidak menuai protes dari kedua belah pihak baik taksi online maupun taksi konvensional. Namun anehnya, kini PM 32 yang sejak awal didengung-dengungkan dan dipakai tameng untuk berkelit dan berlindung oleh angkutan online untuk menghindari kewajiban memenuhi regulasi layaknya angkutan taksi, kini justru ibarat 'meludah keatas' peraturan resmi dari Kementerian Perhubungan belakangan ditolak mentah-mentah oleh angkutan berbasis aplikasi asing tersebut.

BACA JUGA : Gubernur Ingatkan PNS Pemprov Bali Miliki Kemampuan Sesuai Pangkat

Penolakan yang terkesan terlambat itu disampaikan salah satunya datang dari perusahaan transportasi berbasis aplikasi yakni Grab dan Uber. Menurut mereka akan kesulitan mendapatkan transportasi bertarif murah. Sedangkan bagi mitra, mereka berpotensi kehilangan pendapatan yang lebih baik setelah bergabung dengan transportasi online. Anehnya lagi, perusahaan taksi online itu juga meminta masa tenggang 9 bulan terhitung sejak PM Perhubungan No 32 Tahun 2016 efektif diberlakukan pada 1 April 2017.



Terkait hal itu, Sekjen DPP Organda, Ateng Haryono saat ditemui awak media disela Musyawarah Kerja Daerah (Muskerda) III DPD Organda Bali 2017 mendorong dan berharap Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tetap berpikir jernih sesegera mungkin menerapkan PM 32. Menurutnya, PM 32 tersebut diberlakukan bertujuan memberi kepastian bagi semua pemain transportasi yang ada agar tidak muncul lagi polemik antara angkutan berbasis aplikasi online dengan angkutan resmi yang sudah ada selama ini.

"Iya kita dorong karena memang urusan ini adalah ranahnya Kementerian Perhubungan dan kita ketahui aplikasi online tidak boleh menetapkan tarif. Mereka adalah perusahaan teknologi yang sebagai market place. Kita mengharapkan Kementerian Perhubungan jernih menerapkan PM 32 pada 1 April nanti tanpa menunda-nunda dan memperpanjang lagi," ucap Ateng di Denpasar, Senin (20/3/2017).

Ateng mengungkapkan Kementerian Perhubungan menyatakan tarif taksi online akan disesuaikan melalui aturan baru pemerintah mulai berlaku pada 1 April 2017. Dan tarif baru tersebut mengacu pada penetapan batas atas dan batas bawah pada taksi berbasis daring. Ateng berharap Kemenhub tegas menerapkan PM 32 pada awal mendatang dan jangan sampai April Mop. Seperti diketahui April Mop dikenal diperingati setiap tanggal 1 April setiap tahun dan pada hari itu, orang dianggap boleh berbohong atau memberi lelucon kepada orang lain tanpa dianggap bersalah.



"Saya pikir kita nggak perlu ke pancing. Pemangku kepentingan melihat ini sebagai suatu proses yang berjalan lebih lama bahkan sebelum itu ada Permen yang sudah berjalan dua tahun. Kita (Organda) tetap mengharapkan bahwa mereka (Kemenhub) berpikir jernih memberlakukan PM 32 itu. Ini penting untuk menghindari yang namanya benturan di lapangan, oleh karena itu jangan sampai peraturan itu nanti April Mop," sentilnya.

Ateng juga menghimbau Organda di daerah seperti Organda Bali agar sejalan dan tidak berbeda pandangan dengan kebijakan Dewan Pimpinan Pusat Organda terkait aturan maupun regulasi serta tidak memihak baik angkutan online maupun konvensional. Ia justru berharap Organda Bali berpegangan pada peraturan yang berlaku sehingga tidak condong kesalahsatu pihak.

"Kami dari DPP Organda jelas tegas. Platform aplikasi bukan anggota Organda, kita tidak perlu bela mereka. Justru platform aplikasi yang selama muncul dan ada cenderung melakukan gerakan-gerakan yang mengganggu angkutan umum yang ada. Kemajuan teknologi itu wajar-wajar saja, tetapi jika itu menjadi kompetitor yang mematikan yang mengarah predatory pricing (strategi menjual produk dengan harga sangat rendah untuk menyingkirkan pelaku usaha pesaingnya) iya kita no way," tegasnya.



Terkait keberpihakan itu, Ketua Organda Bali, Ketut Eddy Dharma Putra membantah jika dirinya selama ini membela angkutan online baik Grab maupun Uber. Ia juga menepis jika dirinya menjadi backing GrabCar di Bali. Menurutnya, dirinya selama ini juga sudah mengakomodir aspirasi dan keluhan anggotanya dari angkutan konvensional atau angkutan resmi yang merasa dirugikan akibat kehadiran angkutan online di Bali.

BACA JUGA : Kapolda Bali Diminta Tindak Tegas Penyerobot Lahan Negara di Tanjung Benoa

"Tidak ada saya memihak dan membela angkutan online. Kami organda ini organisasi profesional harus menyerap aspirasi seluruhnya iya harus menyerap aspirasi sebelumnya. Jadi anggota-anggota kami serap bagaimana untuk mensejahterakan mereka," dalihnya.



Eddy bahkan kini mendukung pemerintah untuk memblokir aplikasi online baik Grab maupun Uber jika mereka tidak memenuhi PM 32. Khusus mengenai tarif angkutan online, kata Eddy, nanti di provinsi yang akan menetapkan berapa tarif batas atas dan batas bawah yang tentunya harus mengakomodir seluruh kepentingan yang ada.

"Tadi kan sudah kami sampaikan bahwa dalam revisi Permenhub 32 ini ada batasan cara penghitungan tarifnya sehingga tidak akan memberatkan bagi anggota yang lain. Kalau angkutan online melanggar dan tidak mentaati PM 32 itu khan bisa dicabut ijin mobil itu dan akan di stop atau diblokir aplikasinya itu," tandasnya.



Untuk diketahui, mulai 1 April mendatang, Kementerian Perhubungan menerapkan PM Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016. Itu artinya, perusahaan taksi berbasis aplikasi atau online harus mengikuti sederet persyaratan jika ingin menggelinding dan beroperasi secara resmi di Indonesia, termasuk juga di Bali. Jika membandel, Kementerian Komunikasi dan Informatika akan menjatuhkan sanksi berupa pemutusan akses atau pemblokiran sementara terhadap aplikasi sampai ada perbaikan dan angkutan online mau memenuhi PM 32 yang disepakati diawal.

Selama ini, taksi online bebas bahkan dinilai sejumlah kalangan menerapkan tarif tidak masuk akal kepada penumpang sehingga tarifnya bisa lebih murah jauh ketimbang taksi resmi. Dengan adanya aturan tarif atas dan bawah seperti pada taksi resmi, angkutan online kedepan tidak bisa bebas leluasa seperti sekarang tarifnya. Bahkan, bukan tak mungkin, tarif taksi online tidak murah dan lebih mahal dbandingkan taksi konvensional.

Kemenhub telah memberikan masa sosialisasi peraturan tersebut selama enam bulan. Selama masa sosialisasi itu, tidak ada yang menyampaikan keberatan. Dalam PM Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 terdapat 11 aturan yang direvisi. Selain STNK atas nama badan hukum, terdapat aturan tarif batas atas dan bawah pada taksi online, melakukan uji berkala kendaraan bermotor (KIR), memiliki tempat penyimpanan kendaraan, bengkel (bisa kerja sama dengan pihak lain), dan membayar pajak.



Namun, tiba-tiba perusahaan taksi berbasis aplikasi (online) Grab, dan Uber menolak beberapa poin dalam PM 32 itu dan salah satunya mereka menolak STNK atas nama badan hukum atau koperasi. Meski keberatan, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menyatakan tarif taksi online akan disesuaikan melalui aturan baru pemerintah mulai berlaku pada 1 April 2017. Tarif baru tersebut mengacu pada penetapan batas atas dan batas bawah pada taksi berbasis daring.

BACA JUGA : Lawan Hoax, FPMHD Unud Gelar Pelatihan Jurnalistik

Bahkan yang terbaru, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub, Pudji Hartanto, mengungkapkan dengan aturan baru yakni revisi Peranturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016, sehingga tarif antara taksi online dengan konvensional tak akan berbeda jauh alias beda tipis.

Dia menegaskan, tak akan ada lagi lagi utak-atik kebijakan, lantaran aturan tersebut sudah difinalkan dan melewati 2 uji publik. Semua perusahaan penyedia jasa taksi online, harus mematuhi regulasi tersebut. Soal penolakan penetapan tarif batas atas dan bawah dari perusahaan taksi online, Kemenhub justru tak mau ambil pusing. Sebaliknya, Kemenhub malah menyayangkan perusahaan-perusahaan aplikasi tersebut tak memberi masukan saat uji publik masih dilaksanakan.(BB).


Berita Terkini