Baliberkarya.com - Suara Rakyat Bali Membangun

JL. Patih Nambi XII No.5, Desa Ubung Kaja, Denpasar Utara

Call:081353114888

redaksi@baliberkarya.com

Ini Kisah Lubdhaka Terkait Perayaan Siwa Ratri

Kamis, 26 Januari 2017

Baliberkarya.com - Suara Rakyat Bali Membangun

popbali.com

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com - Denpasar. Pendeta Hindu, Ida Pedanda Gede Wayahan Wanasari mengisahkan, dalam perburuannya Lubdhaka kemalaman di hutan. Hal ini mengandung arti simbolis bahwa dirinya yang hidupnya papa itu sesungguhnya berada dalam kegelapan duniawi. Jiwa atau pikiran yang ada dalam kegelapan, ketidak sadaran, ketidaktahuan disebut Awidya.

Inilah kiranya yang melandasi kenapa itu disebut Siwa Ratri atau Malam Siwa. Malam berarti gelap. Pikiran atau jiwa yang gelap, berarti Awidya, dan orang yag berada dalam keadaan Awidya pasti hidupnya papa. Sedang kata Siwa tiada lain Ista Dewa Sang Hyang Widhi dalam fungsi beliau sebagai pelebur. Jadi Siwa Ratri atau Malam Siwa berarti peleburan Awidya atau peleburan kepapaan hidup.

Guha petang tang  mada moho kasmala, Maladi yolanya magong mahawisa, Wisata sang wruh rikanang jurang kali, Kalinganing sastra suluhnikapraba.

BACA JUGA : Siwa Ratri, Malam Menebus Dosa?

Artinya :
Bahwa diri kita ibaratnya seperti sebuah gua yang gelap, tempatnya kecongkakan, kekalutan pikiran dan keangkuhan perilaku ; segala keburukan itu ibaratnya seekor ular besar berbisa dasyat; bila orang itu dapat memahami hal itu akan tetap merasa tenang kendatipun berada dalam lembah penderitaan; karena sastra pulalah merupakan pedoman sebagai sesuluh menerangi hidup ini.

Lubdhaka menyadari hidupnya yang papa itu, lalu berusaha mening­katkan kualitas hidupnya itu melalui berata Siwa Ratri yaitu Jagra, Upawasa danMonobrata.

Jagra berarti selalu mawas diri, sadar diri dengan terus berusaha mempertinggi pengetahuannya, sehingga ia menjadi orang yang melek atau orang yang berpengetahuan, tetapi harus tetap jagra atau mawas diri, karena kepandaian itu sendiri sering kali mendorong orang lupa diri atau mabuk menyombongkan kepandaiannya itu yaitu berada dalam siklus Guna Timira, karena itu kita harus tetap waspada, tidak mudah terbawa arus “Guna” sambil mengintrospeksi diri akan semua perbuatan di masa lampau. Kesalahan demi kesala­han dibuang atau ditinggalkan satu demi satu, ibaratnya Lubdhaka tatkala memetik-metik daun Bila atau Maja, serta serahkan semua itu agar lebur sirna dibawah kekuatan kekuasaan Siwa Lingga, sehingga pada akhirnya dapat mencapai kesadaran yang agung, jiwa menjadi terang (Widya).

BACA JUGA : Ternyata Hari Saraswati, Pagerwesi, Siwaratri Beruntun Setiap 10 Tahun. Ini Penjelasan PHDI!

Upawasa yaitu brata untuk tidak makan atau minum, mengandung makna pengendalian diri, untuk membebaskan diri dari belenggu duniawi sehingga tahap demi tahap hidup ini dapat diarahkan untuk mencapai kesempurnaannya

Monobrata yaitu pantang dalam berbicara untuk waktu tertentu guna mendapatkan suasana yang hening, tentram sehingga mempermu­dah  pemusatan pikiran dalam mengadakan yoga (menghubungkan diri dengan Tuhan). Dengan demikian jiwa atau pikiran ini benar-benar menjadi terang (Widya). Hanya orang yang telah mencapai tingkat hidup Widya sajalah yang memungkinkan mencapai Siwa Loka (Sorga), sebagaimana halnya Lubdhaka yang telah berhasil melaksanakan Brata Siwa Ratri itu mampu mencapai tingkatan hidup Widya, terle­pas dari belenggu Awidya (Papa), akhirnya dapat bersatu dan bertemu dengan Tuhan di Siwa Loka atau mencapai Sorga.

Keadaan si pemburu Lubdhaka yang pada mulanya hidupnya papa itu, namun akhirnya berkat ketaatannya melaksanakan brata Siwa Ratri dapat mencapai Siwaloka masuk sorga. Disini sebenarnya Bhatara Siwa telah membuka kuncinya, sebagaimana yang diterangkan dalam Pustaka Wrhespati Tattwa sebagai berikut :

Yan matutur ikang atma ri jatinya, Irika ta ya alilang, Sanghyang Atma juga humidepe saka sukhadukha ning sarira, Apan sira magopta hanerikang sarira.

Artinya :
Jika dapat memahami keadaan atma yang sebenarnya, saat itulah ia (papa itu) akan lenyap, Sanghyang Atma jualah yang dapat memahami sukha dukanya badan yang bersembunyi berada dalam badan kita.

BACA JUGA : Pagerwesi, Sudikerta Hadiri Ngenteg Linggih di Pura Puseh dan Pura Desa Beng Gianyar

Untuk dapat memahami Sanghyang Atma yang diinterpretasikan dengan “Kesadaran akan sang diri”, dapat dicapai melalui keutamaan berata Siwa Ratri yang sangat mulia itu.

Nah sekarang, bagaimanakah sebenarnya petunjuk betara Siwa berke­naan dengan papa yang dikaitkan dengan keutamaan berata Siwa Ratri. Dalam hal ini dapat kita simak kutipan lontar Kekawin Siwa Ratri Kalpa berikut ini :

Sapapa niki nasa de nikin atanghi, manuju Siwa Ratri kotama, sapapa nika sirna de ni phala ning brata winuusakenku tan salah.

Artinya :
Segala tapa itu akan lebur oleh pelaksanaan Jagra yang dilakukan pada hari Siwa Ratri yang utama itu, segala papa itu akan musnah oleh pala brata yang telah kuceriterakan, tiadalah salah.(BB).


Berita Terkini