Prabowo Belajar dari Megawati, Nah SBY Berguru Dari Siapa Ya?
Senin, 26 September 2016
Baliberkarya.com/ist
IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI
GOOGLE NEWS
Baliberkarya.com - Nasional. Pertarungan perebutan kursi gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta disebut-sebut sebagai unjuk kebolehan antara Megawati Soekarnoputri, Prabowo Subianto dan Susilo Bambang Yudhoyono.
Jakarta memang pusat politik, pusat uang, dan halaman muka seluruhnya dari Republik Indonesia di mata internasional. Karena itu tiga politisi sentral ini bertarung keras memenangkan kuasa di metropolitan Jakarta yang strategis tersebut.
Poin penting yang perlu dicatat adalah bergeraknya karakter demokrasi. Juga rasionalisasi dalam politik. Tadinya, katakan selama 3-4 tahun belakangan, pemimpin politik paling demokratis dan rasional adalah Megawati Soekarnoputri.
Karena ia telah dengan ikhlas menyerahkan karcis kepada Joko Widodo pada Pilpres 2014, hal yang sangat sulit dilepas oleh pemimpin politik lainnya di sini. Tapi Mega melepaskannya padahal PDI Perjuangan baru saja berjaya di Pemilu Legislatif 2014.
Keputusan prerogatif Megawati memilih Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menjadi bakal kandidat gubernur kali ini adalah pengulangan karakter demokratis dan rasionalitas politik seorang Megawati setelah ia sukses dengan Jokowi itu tadi meski Jokowi adalah anak ideologis, kader, pekerja partai atau what ever-lah.
Hal yang mengejutkan lainnya adalah sikap dan keputusan Megawati dalam politik praktis tampaknya kali ini ditiru oleh Prabowo Subianto, Ketua Umum Partai Gerindra, yang punya basis politik cukup besar di Jakarta.
Prabowo malah, lebih dari Megawati pada 2014 memilih Jokowi, kali ini melegowokan karcis perburuan kursi DKI Jakarta satu kepada Anies Baswedan, tokoh dari dunia pendidikan, tetapi tidak memberikan kepada anak ideologisnya Sandiaga Uno.
Mungkinkah Prabowo yang sebenarnya cukup dekat dengan Megawati belajar dari puteri proklamator Bung karno itu? Sebagai seorang jenderal yang moderat dan open minded, Prabowo barang kali saja menyertakan strategi Megawati dalam memilih Anies Baswedan.
Lalu bagaimana dengan Susilo Bambang Yudhoyono?
Sekitar 20 tahun lalu, menjelang kekuasan Orde Baru runtuh oleh Gerakan Reformasi 1998, SBY disuruh Jenderal Wiranto, Pangab waktu itu, untuk belajar reformasi dan juga demokrasi pada pakar-pakar reformasi di tanah air.
Untuk itu Wiranto yang masih di bawah tokoh sentralistis Pak Harto, alamarhum, patut diberi jempol lantaran wawasannya yang jauh ke depan dan kemampuannya berpikir holistik.
Alhasil SBY dengan semua kemampuannya dapat menyerap dan banyak pihak menduga Partai Demokrat yang didirikannya kemudian merupakan kristalisasi dari nilai-nilai yang dipelajarinya antara lain dari para gurunya di bidang reformasi dan demokrasi.
Tetapi, pas penentuan tiket untuk berburu kursi gubernur DKI Jakarta 2017-2022, SBY justeru memberikan kepada anak kandungnya, Agus Harimurti Yudhoyono.
Nepotisme dalam politik adalah penilaian publik yang tidak bisa dihindari dan sulit dibantah meski SBY yang kenyang dengan paham-paham demokrasi mungkin mempunyai hitungan-hitungan lain dalam politik.
Lalu, dari siapakah SBY belajar demokrasi ditilik dari keputusan politik mendorong puteranya yakni Agus Harimurti Yudoyono maju bertarung dalam Pilgub DKI Jakarta? Jelas bukan dari mantan boss Megawati Soekarnoputri. (BB/Netra)
Berita Terkini
Berita Terkini
Pemkot Denpasar Imbau Warga Beli LPG 3 Kg di Pangkalan Resmi
10 Januari 2025
Audiensi Bersama Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan
10 Januari 2025
Bappebti Serahkan Pengawasan Aset Kripto ke OJK dan BI
10 Januari 2025