Baliberkarya.com - Suara Rakyat Bali Membangun

JL. Patih Nambi XII No.5, Desa Ubung Kaja, Denpasar Utara

Call:081353114888

redaksi@baliberkarya.com

Umat Hindu di India pun Punya Hari Raya Mirip Kuningan. Ini Bedanya!

Jumat, 16 September 2016

Baliberkarya.com - Suara Rakyat Bali Membangun

baliberkarya

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Hari Sabtu (17/9/2016) yang ditandai kalender Bali sebagai Saniscara Kliwon Buda wuku Kuningan, umat Hindu merayakan hari raya Kuningan setelah 10 hari sebelumnya merayakan  Galungan. Inilah hari paling istimewa dan meriah bagi orang Bali. Kalangan agama menyebutnya sebagai hari kemenangan dharma atas adharma, hari kemenangan kebaikan atas keburukan. 

Menurut I Gede Sura, seperti dikutip majalah Saradnomor 39/Juni 2003, Galungan dan Kuningan sebagai hari raya asli Indonesia (Jawa dan Bali). Diperkirakan, perayaan hari Galungan dan Kuningan di Bali sudah dimulai pada sekitar abad ke-11. Awalnya, kata Sura, Galungan bukanlah untuk memperingati kemenangan dharmamelawan adharma. Namun, sebagai bentuk perayaan hari bergembira, bergirang, semarak masyarakat agraris (usabha). Itu mungkin sebabnya, perayaan Galungan di Indonesia (Bali) diwarnai dengan berbagai sarana penanda kemeriahan dan kegembiraan, seperti penjor dan tradisi mapatung atau mebat. 

Konsep kemenangan dharma atas adharma muncul akhir tahun 1950 hingga awal tahun 1960-an. Pemunculannya karena pengaruh agama Hindu India yang masuk ke Bali. Di India ada hari yang disebut Srada Wijaya Dasami sebagai peringatan sepuluh hari atas kemenangan dharma. Konsep inilah yang kemudian menjadi titik awal mengapa Galungan di Bali belakangan disebut sebagai hari kemenangan dharma atas adharma.

I Nyoman Singgin Wikarman dan I Gede Sutarya dalam buku  Hari Raya Hindu Bali-India (Suatu Perbandingan) menyebutkan perayaan Galungan dan Kuningan di Bali memiliki kesamaan dengan perayaan Durga Puja  dan Wijaya Dasami di India. Kesamaan yang dilihat Singgin dan Sutarya yakni pada makna perayaan. Galungan-Kuningan dan Durga Puja-Wijaya Dasami sama-sama bermakna peringatan kemenangan Dharma atas Adharma. Dari segi rentang waktu perayaan Durga Puja dan Wijaya Dasami dengan Galungan dan Kuningan juga sama yakni 10 hari. Yang dipuja pun sama, Dewi Durga pada hari Galungan serta Durga Puja dan Dewa Siwa pada hari Kuningan serta Wijaya Dasami. 

Kesamaan ini dipertegas lagi oleh tokoh Ketua Hindu Drs.I Ketut Wiana. Kata wijaya dalam hari raya Wijaya Dasami –yang juga disebut Dasara—sama artinya dengan kata Galungan atau Dungulan dalam bahasa Jawa Kuno yakni ‘kemenangan’.

Meski begitu, waktu pelaksanaan Galungan-Kuningan di Bali dengan Durga Puja-Wijaya Dasami di India berbeda. Galungan-Kuningan dilaksanakan selama 210 hari sekali. Galungan jatuh pada Wuku Dungulan dan Kuningan dilaksanakan pada Wuku Kuningan. Sementara Durgapuja atau Nawaratri, menurut Singgin dan Sutarya, dirayakan pada suklapaksa (penanggal) 1 sampai 10 pada bulan Asuji, sekitar September-Oktober. Pada sistem kalender Bali, waktu ini bertepatan dengan bulan Kartika (Sasih Kapat). Hari Durgapuja ini juga diperingati sehari setelah Ramanavani yang jatuh pada suklapaksa ke sembilan (penanggal ke-9) bulan Chaitra, sekitar maret-April. Peringatan ini juga kerap disebut Nawaratri. Artinya, Durgapuja di India juga diperingati dua kali dalam setahun. 

Mitologi yang mendasari perayaan Galungan-Kuningan dan Durgapuja-Wijaya Dasami juga memiliki kemiripan yakni kemenangan kebaikan atas kejahatan. Galungan dan Kuningan didasari mitologi kemenangan Dewa Indra atas Mayadenawa. Sementara Durgapuja dan Wijaya Dasami di India didasari dua mitologi. Mitologi pertama menyebut sebagai peringatan kemenangan Sri Rama melawan Rahwana. Mitologi kedua menyebut kemenangan Sri Kresna melawan Raksasa Narakasura. 

Dalam rentang waktu Durgapuja menuju Wijaya Dasami atau Dassera dilaksanakan pemujaan kepada para Dewi. Pemujaan kepada Dewi Durga difokuskan pada hari pertama sampai ketiga. Pada hari keempat sampai keenam, umat memuja Dewi Laksmi. Hari ketujuh hingga kesembilan yang dipuja yakni Dewi Saraswati. Di hari kesepuluh barulah dirayakan puncak acara yang biasanya cukup meriah. Pada hari ini, umat mula pertama melakukan pemujaan di rumahnya masing-masing. Pemujaan diforkuskan kepada Dewa Siwa dan Ganesa serta dewa-dewa lainnya. 

Yang menarik, menurut Singgin dan Sutarya, pada perayaan Wijaya Dasami umat biasanya mengarak patung Dewi Durga berlengan delapan lengkap dengan senjatanya. Selain itu juga dilaksanakan bhajan –semacam festival yang mengidungkan nama-nama suci Tuhan—semalam suntuk untuk memuja Durga. 

Arak-arakan patung Durga dan Ganesa ini disejajarkan Singgin dan Sutarya dengan arak-arakan Barong dan Nini Rangda di Bali selama rentang waktu Galungan dan Kuningan. Barong dan Nini Rangda merupakan perwujudan Dewi Durga di Bali. (BB)


Berita Terkini