Sejak Kapan Galungan Dirayakan? Ini Jawabannya!
Selasa, 06 September 2016
istimewa
IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI
GOOGLE NEWS
Baliberkarya.com-Denpasar. Hari Raya Galungan mengandung makna untuk pemujaan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena telah diciptakan dengan segala isinya. Selain itu juga Galungan merupakan hari kemenangan Dharma melawan Adharma.
Galungan juga merupakan suatu upacara sakral yang memberikan kekuatan spiritual agar mampu membedakan mana dorongan hidup yang berasal dari Adharma dan mana dari budhi atma yaitu berupa suara kebenaran (dharma) dalam diri manusia.
Berdasarkan berbagai referensi Hindu, Perayaan Galungan juga memberi kemampuan untuk membeda-bedakan kecenderungan kedewaan (dewa sampad) dan kecenderungan keraksasaan (asuri sampad).
Mengenai makna Galungan, dalam lontar Sunarigama dijelaskan sebagai berikut :
"Budha Kliwon Dungulan ngaran Galungan patitis ikang janyana Samadhi , galang apadang maryakena sarwa byapaning idep".
Yang artinya : Rabu Kliwon Dungulan namanya Galungan, arahkan bersatunya rohani supaya mendapatkan pandangan yang terang untuk melenyapkan segala kekacauan fikiran. Jadi inti Galungan adalah menyatukan kekuatan rohani agar mendapat fikiran dan pendirian yang tenang.
Bersatunya rohani dan fikiran yang terang inilah wujud dharma dalam diri. Sedangkan segala kekacauan fikiran itu adalah wujud adharma. Dari konsepsi lontar sunarigama inilah didapatkan kesimpulan bahwa hakikat Galungan merayakan kemenangan dharma melawan adharma.
Hari raya Galungan diperkirakan sudah ada di Indonesia sejak abad ke-19. Hal ini didasarkan atas beberapa referensi. Kidung Panji Malat Rasmi dan Paraton kerajaan Majapahit. Perayaan semacam ini di India dinamakan hari raya Sraddha Wijaya Dasami.
Di Bali sebelum pemerintahan raja Sri Jaya Kusunu, perayaan Galungan pernah tidak dilaksanakan, oleh karena raja-raja pada jaman itru kurang memperhatikan upacara keagamaan.
Hal tersebut dapat mengakibatkan kehidupan rakyat sangat menderita dan umur raja-raja sangat pendek-pendek. Kemudian setelah Sri Aji Jaya Kusunu naik tahta dan juga setelah mendapatkan pewarah-warahan dari Bhatari Dhurga atas permohonannya , maka Galungan kembali dirayakan dengan suatu ketetapan tidak ada Galungan buwung atau tidak ada Galungan batal. (BB)