Bantuan Masyarakat Miskin Menyimpang, Kebijakan Perbekel Yehembang Kauh Diprotes Warga
Senin, 25 Juli 2016
Baliberkarya/ist
Baliberkarya.com - Jembrana. Lantaran dianggap menyimpang dan idak transparan dalam pengusulan dan pemberian bantuan kepada masyarakat miskin di desanya, Perbekel Yehembang Kauh Ketut Mustika diprotes sejumlah warganya sendiri.
Warga menilai bantuan yang diberikan perbekel kepada warganya sendiri banyak yang tidak tepat sasaran, terutama bantuan beras miskin (raskin) dan bantuan bedah rumah.
"Banyak warga yang tergolong mampu justru diberikan bantuan raskin tiap bulannya. Sementara ada beberapa warga miskin justru tidak mendapatkan raskin sama sekali. Padahal warga miskin ini seharusnya lebih berhak menerima," protes Made Undir, salah seorang tokoh masyarakat setempat, Senin (25/7/2016).
Dia mencontohkan, Ni Ketut Renti (60), warga Banjar Munduk Angrek, Desa Yehembang Kauh, Mendoyo adalah seorang janda sejak tujuh tahun lalu dan tinggal sendiri di rumahnya dengan penghasilan tidak menentu.
Menurut Undir, warga ini hidup serba kekurangan dengan kondisi rumah peninggalan suaminya yang sangat sederhana. Sementara, bangunan dapurnya telah roboh dan tidak bisa memperbaikinya lantaran tidak punya biaya, justru tidak pernah mendapat bantuan raskin maupun bedah rumah.
Sementara disisi lain, I Ketut Nirya, kata Undir, yang kehidupannya mapan dan memiliki rumah besar dan bagus serta memiliki kebun cengkeh seluas 50 are justru mendapatkan bantuan raskin perbulannya.
"Masih banyak warga yang sangat mampu lainnya justru mendapatkan raskin dan bedah rumah. Ini yang harus dibenahi. Kami tidak memprotes warga kami mendapat bantuan, tapi hendaknya bantuan itu diberikan kepada warga yang benar-benar membutuhkan," ujarnya dibenarkan warga lainnya.
Bahkan Putu Wirahadi, warga Banjar Munduk Angrek lainnya mendapat bantuan penyervisan rumah senilai Rp 7,5 juta dari pemerintah kabupaten, sementara rumah yang diservisnya baru selesai dibangun dan berukuran besar.
Kemudian warga lainnya yang baru dua tahun pindah dan tinggal dari banjar Sekar Kejule ke Banjar Munduk Angrek juga mendapatkan bantuan bedah rumah dari kabupaten. Padahal warga tersebut sudah memiliki rumah permanen berukuran 9X7 meter di Banjar Sekar Kejule.
"Dia ini baru dua tahun pindah dari banjar Sekar Kejule dan tinggal di Banjar Munduk Angrek. Di tempat tinggalnya yang baru orang ini buat gubuk dan oleh pemerintah desa diusulkan mendapat bedah rumah dan disetujui. Sementara, rumahnya di banjar asal dikosongkan. Ini kan aneh, kenapa bisa lolos," ungkapnya.
Ada lagi menurut Undir, dalam satu tahun ini dua warga, yakni bapak dan anak sama-sama mendapatkan bantuan bedah rumah dalam satu pekarangan. Sementara, ada warga yang jauh kurang mampu hingga saat ini belum mendapatkan bedah rumah.
Ketika ungkapan Dek Undir ini di cek kelapangan, ternyata benar. Ni Ketut Renti, janda ditinggal mati suaminya ini memang menempati rumah semi permanen peninggalan suaminya diatas tanah 3 are.
Namun kondisi rumahnya sudah mulai mengalami kerusakan dan bangunan dapurnya sudah roboh. Renti mengaku tinggal sendirian di rumah tersebut karena anak pertamanya sudah menikah. Sedangkan anak keduannya bekerja sebagai buruh di Denpasar.
"Saya tinggal sendiri di rumah. Saya tidak pernah mendapat bantuan raskin, untuk makan sehari-hari terpaksa sebagai buruh serabutan dengan penghasilan kurang dari lima puluh ribu per harinya," ucap Renti.
Renti mengaku sudah pernah dua kali menanyakan bantuan raskin ke desa, namun oleh aparat desa dijelaskan bahwa dirinya tidak tercatat sebagai warga penerima raskin. Demikian juga bedah rumah dirinya tidak pernah mendapatkannya.
Disisi lain istri Ketut Nirya yang tinggal di rumah permanen dan bagus di Banjar Munduk Angrek mengaku benar mendapatkan raskin tiap bulannya sebanyak 15 kg. Dia juga mengaku suaminya bekerja sebagai tukang dan berkebun.
"Ya memang kami punya kebun seluas 50 are isinya memang ada pohon cengkeh, tapi itu tanah warisan," ungkapnya.
Sementara itu, Putu Wirahadi saat ditemui di rumahnya yang permanen dan cukup besar sedang tidak berada di rumah, hanya ada istrinya. Namun istrinya membenarkan telah mendapatkan bantuan penyervisan rumah senilai Rp 7,5 juta tahun 2015.
"Waktu itu rumah pertama kami merupakan rumah kayu kondisinya rusak. Karena dapat bantuan servis rumah, dananya kami gunakan untuk menyervis rumah yang baru, perbaiki kosen jendela dan pintu serta plester lantai," akunya.
Sedangkan warga yang baru 2 tahun menetap di Banjar Munduk Angrek juga membenarkan telah mendapatkan bantuan bedah rumah. Dia juga membenarkan sebelum mendapat bedah rumah telah memiliki rumah permanen ukuran 9X7 meter di banjar Sekar Kejula.
"Sekarang rumah di Sekar Kejula kosong tidak ada yang menempati. Rencananya akan kami bongkar dan akan kami pindahkan ke sini," jelasnya.
Terkait hal tersebut, Perbekel Yehembang Kauh Ketut Mustika dikonfirmasi mengatakan bahwa pihaknya bekerja telah sesuai aturan. Warganya yang mendapat bantuan raskrin dan bedah rumah memang tercatat sebagai KK miskin.
"Sedangkan Ibu Renti itu tidak tercatat sebagai KK miskin, jelas kami tidak berani memberikan bantuan apa-apa karena kami takut melanggar aturan,” terangnya, Senin (25/7/2016).
Mengenai warganya yang mendapat bantuan servis rumah senilai Rp 7,5 juta itu yang diajukan adalah rumah pertamanya yang terbuat dari kayu dan rusak parah. Namun, karena tidak bisa ditempati kemudian di bongkar dan yang diservis adalah rumah yang baru dibagun dan pembangunannya belum rampung.
"Sedangkan Ketut Nirya memang menerima raskin, meskipun orang itu sudah mampu. Tapi karena namanya tercatat dalam data lama sebagai penerima raskin, kami tidak berani mengalihkan ke warga lainnya, takut menyalahi aturan," terangnya.
Mustika mengaku saat ini juga desanya mendapatkan bantuan bedah rumah sebanyak 4 unit dari Pemkab Jembrana dan CSR. Tapi dia mengaku binggung mau kasi siapa. Jika diberikan kepada ibuk Renti dirinya takut disalahkan karena warganya itu tidak terdaftar sebagai KK miskin.(BB).