Kasus Dugaan Pungli dan Calo Ijin Angkutan 'Saru Gremeng' di Kejati
Kamis, 16 Juni 2016
ilustrasi/ist
IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI
GOOGLE NEWS
Baliberkarya.com - Denpasar. Sejumlah pihak selama ini sudah dipanggil Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali untuk memberikan data dan bukti adanya dugaan pungutan liar (pungli) di tubuh Dishub dan Organda Bali terkait kongkalikong dugaan permainan soal jual beli perijinan angkutan sewa dan pariwisata. Namun janggalnya, hingga kini pengungkapan kasus tersebut masih 'saru gremeng' alias tanpa hasil yang jelas.
Kejati Bali malah menilai ini kasus itu tidak masuk ranah korupsi, karena tidak ditemukan adanya unsur kerugian negara. Sumber kuat di Kejati Bali menyebutkan 'masuk anginnya' Kejaksaan Tinggi Bali lantaran mereka berdalih tidak ditemukan adanya kerugian negara atau unsur korupsi.
Hal ini tentu saja sedikit janggal. Bagaimana tidak, sebelumnya pihak kejaksaan sangat meyakini terjadi pungli yang melibatkan orang dalam Dishub dan Organda Bali itu masuk ranah korupsi. Bahkan, pihak kejaksaan sempat berkoar-koar dan sesumbar dalam kasus ini akan muncul tersangka.
Namun, tiba-tiba tidak ada hujan dan angin maupun petir, ditengah jalan malah penyidikan kasus dugaan pungli ini dihentikan tanpa sebab yang jelas.
Seolah masih ada yang ditutupi, pihak Kejati Bali pun sampai saat ini 'gabeng' atau tidak jelas bersikap apakah membela kebenaran ataupun menutupi kebenaran, sehingga sampai saat ini kasus ini belum juga diumumkan ke publik.
"Sudah resmi ditutup kasusnya," ujar sumber kejaksaan tersebut.
Padahal sebelumnya juga, telah disebut-sebut Kura-Kura Transport rutin memberi aliran dana Rp100 juta tiap tahunnya kepada Organda Bali untuk mendapatkan rekomendasi ijin angkutan.
Bahkan baru-baru ini, saat dirazia Dispenda Bali bersama Jasa Raharja dan pihak kepolisian banyak terjaring angkutan sewa dan pariwisata bodong sudah bernopol S (plat khusus angkutan sewa dan pariwisata) yang bertahun-tahun tanpa mengantongi ijin agar tidak membayar pajak progresif, sehingga merugikan negara.
Anehnya saat ditelusuri ternyata modus pengemplangan pajak dengan plat S ini, diduga ada permainan dengan pihak dealer mobil dengan koperasi atau perusahaan angkutan untuk menghindari pajak progresif. Lebih aneh lagi, untuk mendapatkan plat S tersebut harus mengantongi rekomendasi dari Dishub Bali.
Sayangnya saat dikonfirmasi awak media, Kadishub Provinsi Bali, Ir. I Ketut Artika enggan memberikan komentar dengan alasan akan ditanggapi Kabid Darat Dishub Bali, Standly JE. Suwandhi yang membidangi soal perijinan angkutan. Konfirmasi gagal karena ketika Standly dihubungi nomor handphone bernada tidak aktif.
Ketika dicari salah satu sumber di Dishub Bali mengakui memang Dishub Bali yang mengeluarkan rekomendasi. Tapi saat pengajuan samsat pertama tidak membayar pajak progresif. Namun setelah perpanjangan samsat, pasti akan diblokir jika tidak mengantongi ijin angkutan.
"Jadinya jika diblokir pasti ijinnya akan diurus, teorinya seperti itu. Tapi kenapa blokirnya malah bisa dibuka tanpa mengantongi ijin saat perpanjangan samsat. Kan aneh itu," ujar sumber yang namanya enggan diekspose.
Secara terpisah, orang dalam Samsat Denpasar meluruskan bahwa kendaraan yang pakai plat S (dapat rekomendasi) saat samsat berikutnya atau perpanjangan tidak terblokir, karena termasuk kendaraan fungsi umum. Ditegaskan sistem tidak memblokir dan tidak ada pendataan progresif saat mendaftar pertama. "Jadi tidak ada buka blokiran, karena tidak terblokir," jelasnya sumber yang juga tidak mau disebutkan identitasnya.
Mendengar pengakuan tersebut, nampaknya ada benang merah dugaan permainan pengeluaran rekomendasi ijin angkutan untuk mendapatkan keuntungan pribadi oknum Dishub Bali untuk mengelabuhi petugas pajak, sehingga praktek penggembosan pajak progresif tersebut sangat merugikan negara.
Disinilah dugaan yang memancing terjadinya pungutan liar (pungli) untuk memperlicin keluarnya rekomendasi dan ijin angkutan. Namun kenapa penyidik Kejati Bali menyebutkan tidak ada kerugian negara dari dugaan praktek pungli dan calo ijin angkutan tersebut?
Saat dikonfirmasi awak media sebelumnya, Kasipenkum dan Humas Kejati Bali Ashari Kurniawan justru membantah kasus pungli ditubuh Organda dan Dishub Bali ini ditutup. Terkait dugaan pungli di Organda Bali, Ashari berdalih karena Organda merupakan organisasi swasta non pemerintah, jadi pungutan itu merupakan kesepakatan antar anggota.
Hal ini juga yang membuat susahnya menemukan unsur kerugian negara.
"Bukan ditutup, tapi kami belum sampaikan pada pimpinan (Kajati Bali, red) terkait hasil pengumpulan data. Semua tergantung pimpinan dan bukti yang ada," kelitnya.
Lalu kemanakah aliran dana setelah dari Organda yang berujung keluarnya izin angkutan sewa atau pariwisata? Ashari kembali menegaskan, pihaknya masih terus mendalami dugaan penyimpangan dalam kasus ini.
"Penyidik masih terus bekerja, nanti akan kami info lagi perkembangannya. Apa pun bisa terjadi," kelitnya lagi.
Seperti diketahui, sejumlah pihak sudah memberikan bukti dan kesaksian di Kejati Bali diantaranya Aliansi Sopir Transport Bali (Alstar B) pada 3 Maret mendatangi Kejati Bali.
Tidak hanya itu, Ketua Biro Angkutan Sewa Organda Badung Wayan Suata bahkan menjadi saksi dan memberikan keterangan di Kejati Bali untuk mengungkap pungli ke Organda Bali.
Bahkan, sejumlah pejabat diperiksa, baik Ketua Organda Bali yakni K. Eddi Dharma Putra beserta jajarannya telah diperiksa berulang kali di Kejati Bali.
Tak luput, Kadishub Bali, Ketut Artika bersama Kabid Angkatan Darat, Standly JE. Suwandhi bersama bawahannya juga berulang kali bolak balik diperiksa para penyidik Kejati Bali. (BB)