Baliberkarya.com - Suara Rakyat Bali Membangun

JL. Patih Nambi XII No.5, Desa Ubung Kaja, Denpasar Utara

Call:081353114888

redaksi@baliberkarya.com

Tiga Kebijakan Koster dalam Penanganan Sampah, Solusi Sudah Ada, Tinggal Eksekutor

Senin, 24 Februari 2025

Baliberkarya.com - Suara Rakyat Bali Membangun

Baliberkarya (Ist)

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Masalah sampah di Bali bukan hal baru, tetapi di tangan Wayan Koster, solusi yang komprehensif telah diletakkan dengan jelas. Tiga kebijakan besar telah dikeluarkan, yang jika dilaksanakan dengan benar, akan membawa Bali keluar dari krisis sampah yang selama ini menjadi momok. 

Namun, pertanyaannya bukan lagi soal kebijakan, melainkan seberapa patuh para eksekutor kebijakan ini, bawahan pemangku kebijakan dan masyarakat dalam menjalankannya.

Kebijakan pertama yang dikeluarkan Koster adalah Pergub No. 97 Tahun 2018, yang melarang penggunaan plastik sekali pakai. Ini bukan kebijakan sembarangan, melainkan gebrakan besar yang menjadikan Bali sebagai daerah pertama di Indonesia yang berani memerangi pencemaran plastik secara serius. Saat aturan ini diterapkan, banyak pihak yang skeptis, bahkan ada yang menolaknya. 

Namun, dalam waktu singkat, hasilnya terlihat nyata. Bali yang dulu penuh dengan kantong plastik di pasar dan sampah plastik yang mengotori pantai mulai berubah. Kesadaran masyarakat meningkat, penggunaan plastik berkurang drastis, dan lingkungan menjadi lebih bersih.

Tapi, pelarangan plastik saja tidak cukup. Koster memahami bahwa persoalan utama ada pada sistem pengelolaan sampah yang selama ini mengandalkan pembuangan ke TPA tanpa proses yang efektif. 

Karena itu, ia mengeluarkan kebijakan kedua, Pergub No. 47 Tahun 2019, yang mewajibkan pengolahan sampah berbasis sumber. Artinya, sampah tidak boleh lagi hanya dikumpulkan lalu dibuang begitu saja, tetapi harus dikelola sejak awal di rumah tangga, desa, pasar, dan tempat usaha.

Pergub ini adalah revolusi dalam sistem pengelolaan sampah Bali. Dengan konsep ini, seharusnya tidak ada lagi pemandangan sampah menumpuk di TPA yang meluber hingga ke jalanan. 

Sampah organik bisa diolah menjadi kompos, sampah anorganik bisa didaur ulang, dan hanya residu yang benar-benar harus dibuang. Jika semua desa, pasar, dan pusat ekonomi disiplin menerapkan sistem ini, Bali bisa bebas dari krisis sampah dalam waktu singkat.

Namun, ada satu hal yang tak kalah penting yaitu anggaran. Sebagus apa pun kebijakan, tanpa dukungan dana yang jelas, sistem tidak akan berjalan. Inilah yang membedakan Koster dari pemimpin sebelumnya. Ia tidak hanya membuat regulasi, tetapi juga memastikan keberlanjutan anggaran melalui UU Provinsi Bali No. 15 Tahun 2023, yang menjamin adanya dana tetap untuk pengelolaan sampah.

Tak hanya itu, mulai 14 Februari 2024, Bali juga telah menerapkan pungutan wisatawan asing sebesar Rp 150 ribu per orang. Dana ini bukan hanya sekadar pemasukan tambahan, tetapi juga menjadi solusi berkelanjutan untuk menjaga kebersihan Bali. Dengan jutaan wisatawan yang datang setiap tahun, dana yang terkumpul bisa dialokasikan untuk pengelolaan sampah, pembersihan pantai, dan perawatan infrastruktur kebersihan lainnya.

Tiga kebijakan ini saling berkaitan dan membentuk sistem yang sempurna. Pelarangan plastik mengurangi volume sampah, pengolahan berbasis sumber memastikan sampah tidak lagi menumpuk, dan anggaran yang jelas, termasuk dari pungutan wisatawan menjamin sistem ini bisa berjalan tanpa kendala keuangan.

Tapi di sinilah masalah utama muncul, apakah para eksekutor kebijakan ini benar-benar menjalankan aturan dengan disiplin?

Regulasi sudah ada. Anggaran sudah tersedia. Tetapi, masih ada saja desa yang membiarkan sampah menumpuk, masih ada bawahan pemangku kebijakan yang tidak mengawasi penerapan pengolahan sampah berbasis sumber, dan masih ada masyarakat yang tidak serius menjalankan sistem ini. Padahal, dengan adanya dana yang bersumber dari APBD dan pungutan wisatawan, alasan tidak ada anggaran sudah tidak relevan lagi.

Jika ada tempat yang masih penuh sampah, itu artinya desa dan pasar belum menerapkan sistem pengelolaan yang benar. Jika ada wilayah yang tetap membuang sampah sembarangan, itu berarti masyarakatnya sendiri belum memiliki kesadaran untuk menjaga kebersihan lingkungannya.

Bali tidak kekurangan solusi, tetapi kita kekurangan eksekutor yang disiplin. Jika kebijakan ini diterapkan dengan baik, Bali bisa menjadi contoh dunia dalam pengelolaan sampah yang berkelanjutan. 

Tetapi jika para eksekutornya masih malas bergerak, masih mencari alasan, dan masih sibuk berwacana tanpa tindakan nyata, maka merekalah yang harus dipertanyakan, apakah mereka benar-benar ingin Bali bersih, atau hanya menunggu bencana baru sebelum bertindak. (BB)


Berita Terkini