Baliberkarya.com - Suara Rakyat Bali Membangun

JL. Patih Nambi XII No.5, Desa Ubung Kaja, Denpasar Utara

Call:081353114888

redaksi@baliberkarya.com

Kendalikan Rabies di Bali Diperlukan Kolaborasi Multisektor Publik, Swasta dan Pemangku Kebijakan

Rabu, 11 September 2024

Baliberkarya.com - Suara Rakyat Bali Membangun

Foto: Acara “The Second High-Level Meeting of Mayors and Regents on Rabies Prevention in Bali” yang diadakan di Hotel Truntum, Kuta, Bali, pada Selasa, 10 September 2024.

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Badung. Sampai saat ini wabah rabies terus menjadi masalah kesehatan serius di Bali sehingga membutuhkan perhatian dan penanganan intensif. Ancaman rabies di Bali hingga kini masih ada walau jumlah kasus gigitan anjing rabies dan kematian akibat rabies di Bali mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya.

Sekretaris Daerah Provinsi Bali, Dewa Made Indra, dalam arahannya pada acara “The Second High-Level Meeting of Mayors and Regents on Rabies Prevention in Bali” yang diadakan di Hotel Truntum, Kuta, Bali, pada Selasa, 10 September 2024. Dia menyebut pada tahun 2024, sejak Januari, tercatat sekitar 36.000 gigitan anjing di Bali, dengan 268 di antaranya positif terinfeksi rabies, mengakibatkan 5 orang meninggal dunia.

Menurutnya, penyebaran kasus rabies tercatat hampir di seluruh kabupaten/kota di Bali, sehingga diperlukan sinergi lebih luas dalam pengendalian rabies di Bali. Upaya pengendalian rabies tidak bisa hanya dilakukan pemerintah, tetapi juga membutuhkan peran serta sektor swasta, akademisi, peneliti, asosiasi, serta industri pariwisata.

Dewa Made Indra mengakui upaya pengendalian rabies tidak bisa hanya dilakukan pemerintah, tetapi juga membutuhkan peran serta sektor swasta, akademisi, peneliti, asosiasi, serta industri pariwisata. Komitmen yang kuat dan kolaborasi menjadi kata kunci dalam upaya pencegahan dan pengendalian rabies di Provinsi Bali.

“Upaya pengendalian rabies tidak bisa hanya dilakukan pemerintah, tetapi juga membutuhkan peran serta sektor swasta, akademisi, peneliti, asosiasi, serta industri pariwisata,” kata Sekretaris Daerah Provinsi Bali, Dewa Made Indra, pada acara “The Second High-Level Meeting of Mayors and Regents on Rabies Prevention in Bali” di Hotel Truntum, Kuta, Bali, pada Selasa, 10 September 2024. 

Acara ini digelar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Pengda Bali, Asia Pacific Cities Alliance for Health and Development (APCAT), World Organisation for Animal Health (WOAH), bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, Dinas Kesehatan Provinsi Bali, serta Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali yang diikuti 100 peserta, termasuk perwakilan dari pemerintah provinsi dan kabupaten/kota se-Bali.

Hadir pula World Health Organization (WHO), Asia Pacific Cities Alliance for Health and Development (APCAT), World Organisation for Animal Health (WOAH), Food and Agriculture Organization (FAO), Australia Indonesia Health Security Partnership (AIHSP), Udayana One Health Collaborating Center (OHCC), kepala desa, pengelola objek wisata, organisasi profesi, akademisi, dan mitra media. 

Lebih lanjut Dewa Indra menekankan pentingnya keterlibatan industri pariwisata dalam upaya pengendalian rabies di Bali. Sebagai destinasi wisata dunia, Bali sangat rentan terhadap isu kesehatan, termasuk rabies, yang dapat berdampak langsung pada jumlah kunjungan wisatawan.

"Jika kasus rabies tidak terkendali, sektor pariwisata Bali akan terdampak negatif. Oleh karena itu, industri pariwisata diharapkan bersinergi untuk menciptakan lingkungan bebas anjing liar yang berpotensi menyebarkan virus rabies," jelasnya.

Dewa Indra menyoroti tantangan utama dalam pengendalian rabies di Bali, yaitu populasi anjing yang tidak terkendali. Banyak anjing liar berkeliaran di tempat-tempat umum seperti pasar dan tempat pembuangan sampah dan anjing-anjing ini berpotensi menyebarkan rabies melalui gigitan mereka. Budaya masyarakat yang memelihara anjing tetapi tidak merawatnya dengan baik, termasuk tidak rutin memvaksinasi, memperparah situasi. 

Ia mengakui masih banyak masyarakat yang menganggap remeh gigitan anjing dan tidak melaporkannya, sehingga terlambat mendapat perawatan medis, yang sering berakhir fatal. Baginya, pengendalian rabies di Bali memerlukan sinergi kuat dan mencakup spektrum yang lebih luas. 

"Kita harus mengendalikan populasi anjing, menggencarkan vaksinasi, dan melaporkan segera setiap gigitan anjing. Vaksin rabies tersedia gratis. Kesadaran masyarakat juga perlu ditingkatkan untuk merawat anjing dengan baik, tidak membiarkan mereka berkeliaran. Dengan sinergi dari semua pihak, kita bisa mewujudkan Bali bebas rabies, dan pada akhirnya mencapai Asia bebas rabies di tahun 2030,” tegas Dewa Indra.

Sementara, Ketua IAKMI Bali, Ni Made Dian Kurniasari, menyampaikan bahwa berdasarkan data dari Dinas Kesehatan dan Dinas Pertanian Bali, zona merah rabies di Bali saat ini berada di Karangasem, Gianyar, dan Tabanan. IAKMI menilai vaksinasi rabies terhadap hewan penular rabies (HPR) merupakan langkah utama dalam pengendalian rabies. 

"Kontrol populasi anjing melalui sterilisasi, penangkapan anjing liar, dan pemeliharaan anjing di rumah juga menjadi penting. Kami berupaya bagaimana mengendalikan populasi anjing di Bali, dan menekan angka rabies di Pulau kita ini,” katanya.

Dian menyebut Shelter anjing, terutama untuk anjing liar, dinilai belum optimal saat ini. Sebagian besar shelter dimiliki oleh swasta atau yayasan, dan saat ini sangat sulit menjangkau anjing liar di wilayah terpencil. Peningkatan kesadaran masyarakat terkait pencegahan rabies juga penting.

 "Langkah preventif seperti mencuci luka gigitan dengan sabun dan air mengalir serta segera mengunjungi fasilitas kesehatan untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut sangat dianjurkan dan menjadi pembahasan saat ini,” sebutnya. 

Drh I Dewa Made Anom dari PDHI Bali mengatakan, bahwa PDHI telah terlibat dalam program pengendalian rabies sejak 2009. Iya mengakui kendala utama dalam pengendalian rabies adalah populasi anjing yang tinggi, terutama anjing liar. Anjing tanpa tuan atau liar itu menjadi sumber utama penyebaran rabies. Selain itu, penegakan Perda Nomor 15 Tahun 2009 tentang Registrasi Anjing dinilai belum maksimal. 

"Registrasi anjing akan mempermudah monitoring dan pengendalian. Koordinasi antar instansi terkait juga menjadi kunci dalam pengendalian rabies. Diperlukan satu komando yang jelas dari Gubernur untuk memastikan semua langkah pengendalian rabies berjalan searah dan efektif,” tegasnya seraya menyebut ada beberapa negara seperti Jepang dan Australia berhasil bebas dari rabies dengan melakukan eliminasi anjing liar secara selektif dan humanis.(BB).


Berita Terkini