Korban Sesalkan 5 Founder Diperlakukan Istimewa Tak Ditahan di Lapas, Gendo Justru Minta Kliennya Dibebaskan

  21 Maret 2024 HUKUM & KRIMINAL Denpasar

Para Terdakwa dengan inisial IPSOA, IPEY, INAS, RKP, dan IWBAKasus investasi bodong PT Dana Oil Konsorsium (DOK) dengan kerugian korban mencapai Rp 30 miliar lebih kembali bergulir. Pada sidang yang berlangsung pada Kamis, 21 Maret 2024.

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Kasus investasi bodong PT Dana Oil Konsorsium (DOK) dengan kerugian korban mencapai puluhan miliar lebih kembali bergulir pada Kamis, 21 Maret 2024 di Pengadilan Negeri Denpasar dengan menghadirkan para terdakwa dengan inisial IPSOA, IPEY, INAS, RKP, dan IWBA dengan agenda Gendo Law Office selaku kuasa hukum kelima terdakwa mengajukan eksepsi atau keberatan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Anehnya, kelima terdakwa kasus penipuan investasi bodong PT Dana Oil Konsorsium (PT DOK) diduga mendapat perlakuan istimewa dalam proses hukum. Apalagi kelimanya didakwa sebagai karyawan oleh jaksa penuntut umum (JPU) sehingga menimbulkan kecurigaan dan tanda tanya dari para korban maupun owner peran I Nyoman Tri Dana Yasa alias Mang Tri.

Sejumlah korban dan selaku pelapor yakni Ketut Sudiarta, I Putu Oka Ardana, I Ketut Wargita, Wayan Widiadnyana, dan Wayan Karma yang mewakili ratusan korban berharap kelima founder PT DOK mau bertanggungjawab terhadap dana korban. Menurutnya, pihaknya melaporkan para founder sesuai dengan surat perjanjian kerja sama (SPK) yang ditandatangani oleh para founder dan owner tersebut.

"Petugas agar menyelidiki aset-aset seluruh founder dan menyitanya agar bisa mengembalikan dana nasabah. Kami juga berharap agar para founder diperlakukan sama seperti terdakwa lainnya ditahan di LP Kerobokan, jangan diperlakukan istimewalah," harapnya seraya menyebut atas pertimbangan apa pihak kejaksaan menitipkan lima terdakwa di dalam tahanan Polresta Denpasar, bukan di Lapas Kerobokan seperti lazimnya para tahanan lainnya.

Tak hanya itu, para korban dan pelapor menilai dakwaan JPU kurang adil, apalagi kelima terdakwa tidak hanya karyawan, tetapi juga bagian dari manajemen PT DOK dan memiliki tanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan.

"Mereka (founder) bukan karyawan biasa. Mereka menerima uang dari investor dan menandatangani surat perjanjian kerja sama (SPK). Mereka juga pemegang saham di PT DOK," tegas para korban disela persidangan.

Ditempat berbeda, kuasa hukum para korban, Drs I Gede Alit Widana SH MSi, sependapat dengan para korban agar kelima terdakwa harus bertanggung jawab atas perbuatannya. Pasalnya, kelima terdakwa pemegang saham serta masuk sebagai pengurus di PT DOK sebagai General Manager, Manager Kontrol dan Manager Edukasi. 

"Berdasarkan aturan Jaksa Agung Nomor 28 Tahun 2014, pengurus korporasi seperti personel korporasi pemberi perintah, dan anggota yang masuk ke dalam organisasi maupun yang tidak masuk ke dalam organisasi dapat dimintai pertanggungjawaban jawaban secara hukum," sebut Alit Widana.

Menurut Mantan Wakapolda Bali ini dalam sebuah pidana Cooperation crime maka subjek hukumnya dapat dikenakan dengan aturan Jaksa Agung nomor 28 tahun 2014. Berdasar pedoman tersebut sudah semestinya para pengurus korporasi seperti personil korporasi pemberi perintah, dan anggota yang masuk ke dalam organisasi maupun yang tidak masuk ke dalam organisasi dapat dimintai pertanggungjawaban jawaban secara hukum.

"Diantaranya, pemberi perintah, orang yang melakukan, turut serta melakukan menyuruh melakukan menganjurkan melakukan atau membantu melakukan semuanya dimintai pertangungjawaban secara hukum," tegas Alit Widana.

Terlebih dalam dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) lima terdakwa ini dinyatakan sebagai karyawan bukan sebagai aktor utama. Belum lagi ada kabar miring, entah pertimbangan apa pihak kejaksaan menitipkan lima terdakwa di dalam tahanan Polresta Denpasar tidak di Lapas Kerobokan yang menjadi pertanyaan para korban.

Kuasa hukum lima terdakwa Wayan ‘Gendo’ Suardana, S.H M.H menyebut kliennya sebagai korban lantaran hanya membantu terdakwa I Nyoman Tri Dana Yasa yang juga diadili di berkas berbeda.

"Kelima terdakwa dalam kasus ini konsepnya hanya membantu kejahatan dalam perkara ini karena klien saya mengerjakan perintah dan menjalankan perintah termasuk melakukan edukasi," sebut Gendo dalam keteranganya.

Inti dari eksepsi atau keberatan yang disampaikan oleh Penasihat Hukum para Terdakwa adalah bahwa dakwaan JPU tidak cermat dan mencampuradukkan delik dari terdakwa satu dengan lainnya. Hal ini dinilai melanggar aturan yang berlaku. Selanjutnya Penasihat Hukum Terdakwa menjelaskan fakta-fakta yang menunjukkan bahwa peran I Nyoman Tri Dana Yasa alias Mang Tri dalam berkas terpisah, sebagai otak dalam perkara investasi bodong PT DOK tersebut.

Dalam eksepsi Penasihat Hukum, yang memiliki ide atau konsep trading tersebut adalah Mang Tri dan ketika presentasi yang bersangkutan memberikan janji kepada para investor yang bergabung akan diberikan keuntungan rutin setiap minggu. Rinciannya dengan presentase berkisar 0% sampai 3%, dimana modal yang ditaruh aman dan tidak ada resiko hilang serta dipertegas lagi. 

Apabila bisa menemukan 1% resiko di investasi yang diadakan maka bagi yang menemukannya, akan diberikan imbalan Rp. 10.000.000 (sepuluh juta rupiah), dan naik menjadi Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah), serta modal bisa ditarik kapanpun. “Pemilik akun trading di PT Monex adalah I Nyoman Tri Dana Yasa (Mang Tri) Terdakwa dalam berkas terpisah”, tegas Adi Sumiarta dalam persidangan.

Lebih jauh, uang dari investor juga masuk ke rekening Mang Tri. "yang menikmati keuntungan dari PT Monex dan juga bonus dari PT Monex adalah I Nyoman Tri Dana Yasa (Mang Tri) dalam berkas terpisah," sebutnya. 

Bonus tersebut berupa emas batangan, motor, laptop, dll yang mana kalau dihitung mencapai nilai kurang lebih Rp. 4.000.000.000 (empat miliar rupiah). Pun, komisi jumlah per lot yang ditradingkan, komisi itu didapat meski untung maupun loss.

Penasihat Hukum Terdakwa juga mengungkap fakta bahwa I Nyoman Tri Dana (Mang Tri) mengakui telah sengaja melosskan dana investor, jadi yang seharusnya bertanggung jawab atas dana investor adalah Dana Yasa (Mang Tri). Selain itu, para terdakwa adalah pekerja, sehingga merupakan bawahan dan bekerja atas perintah terdakwa I Nyoman Tri Dana Yasa (Mang Tri).

Lebih lanjut, Para Terdakwa melalui Penasihat Hukumnya mengungkap fakta bahwa semua investor mendapat komisi atau fee marketing sebesar 10%. "Para Terdakwa tidak mengetahui trading monex beresiko tinggi, apabila mengetahui dari awal para Terdakwa tidak akan bekerja, tidak akan mau jadi investor apalagi mengajak keluarga untuk berinvestasi," paparnya.

Selanjutnya Penasihat Hukum Terdakwa memohon kepada majelis hakim yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara aquo untuk memberikan putusan sela dengan amar yaitu menerima Keberatan yang diajukan oleh Penasihat Hukum kelima Para Terdakwa.

Selain itu, Penasihat Hukum Terdakwa menyatakan Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum dalam perkara ini batal demi hukum atau setidak-tidaknya menyatakan surat dakwaan tidak dapat diterima sehingga memerintahkan agar kelima para terdakwa segera dilepaskan dari tahanan. Penasihat Hukum Terdakwa juga meminta agar memulihkan dan merehabilitasi nama baik, harkat dan martabat Para Terdakwa serta membebankan biaya perkara kepada Negara.

"Atau apabila yang terhormat Majelis Hakim pemeriksa berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono)," harapnya.

Lima Terdakwa Sebagai Pendiri PT DOK

Berdasarkan informasi digali, sebelum lima terdakwa mengumpulkan dana masyarakat begitu besar, mereka dikabarkan mencari trader dianggap berpengalaman dan handal yang jatuh pilihan kepada Mang Tri. Setelah itu membuat sistem perusahaan dan mengangkatnya sebagai direktur.

Hal ini dipertegas, dari video beredar di media sosial terkait pengakuan terdakwa I Nyoman Ananda Santika dalam presentasinya. Ia mengaku merayu Mang Tri hingga dua bulan untuk mau bergabung membuat perusahaan.

"Singkat cerita kami negosiasi dengan Pak Komang (Mang Tri, red) bagaimana mau bergabung dengan kami. Singkat cerita Pak Komang menolak mentah-mentah, gitu ya. Karena bagi beliau melayani 10 orang sudah cukup bapak ibu. Tapi kami tetap terus negosiasi, kami mengadakan pendekatan selama dua bulan. Akhirnya hati beliau terbuka j untuk membantu kita," ujar Ananda Santika saat merekrut member PT DOK.

Modus Bisnis Sama Nama Berbeda Sebelum PT DOK

Untuk diketahui sepak terjang para terdakwa dalam bisnis sama tapi nama berbeda tidak saja di PT DOK tapi juga dirikan usaha Maxx Profit.

Modusnya sama, yakni sebelum mengumpulkan dana masyarakat mereka mendekati trader dijadikan direktur dan ketika muncul masalah bisa cuci tangan mengorbankan treder alias direktur.

Dalam kasus ini berapa korban menyebut, sebelum adanya PT DOK pihaknya mengaku sudah kena bujuk rayu investasi bodong dalam trading bernama Maxx Profit. Di mana pelaku disebut-sebut tak lain adalah orang sama, yakni tersangka founder PT DOK Rai Kusuma Putra dan Eka Yudi Artho yang sudah ditahan polisi di Rutan Polda Bali. Korban menjelaskan yang tertera dalam surat perjanjian kerja sama (SPK) adalah Rai Kusuma Putra selaku manajemen.

“Ini kejadian tahun 2019 sebelum PT DOK berdiri. Bagaimana kami baru mendapatkan pengembalian modal dua kali untuk investasi pertama yang janjinya lima kali modal lunas. Bahkan investasi kami yang ke dua dan ke tiga sama sekali tidak ada pengembalian,” terang Made Suarcipna mengaku sebagai korban investasi bodong Maxx Profit kepada wartawan di Denpasar, Selasa (28/11/2023).

Ia menjelaskan, dari tahun 2019 pihaknya telah meminta pertanggungjawaban guna pengembalian dana namun pihak pelaku selalu menghindar. Bahkan berdalih untuk meminta pertanggungjawaban kepada pihak trader Putu Agus. Padahal saat korban mengetahui bisnis ini dari pelaku sendiri yang datang ke rumahnya.

“Ia selalu menghindar dan mengatakan bertanggungjawab adalah trader Putu Agus. Saya tahu bisnis Maxx Profit kan dari Rai tapi ketika ada masalah ia cuci tangan. Dan ini dokumen bukti-bukti kerugian dari pihak saya saja mencapai Rp 700 juta. Belum korban yang lain,” beber Made Suarcipna.

Keadaan senada juga dijelaskan korban lain yakni Wayan Sudarta, Gede Pratama dan Nengah Lacap mengaku mengalami hal yang sama. Bagaimana mereka ini berharap uangnya bisa kembali.

“Ya kami berharap uang kami bisa kembali. Dan langkah selanjutnya selain saat sekarang kami berkordinasi dengan korban lain kami semua berencana juga untuk melaporkan ke polisi. Ini kan beda kerugiannya mesti sekarang pelaku sama menjadi tersangka dari PT. DOK. Kami ini kan dirugikan lebih dulu, diusahakan uang kami dikembalikan juga,” pungkas Gede Pratama.

Istri Mang Tri Tantang Lakukan Audit Menyeluruh di Kasus PT DOK

Ni Putu Arshia istri dari I Komang Tri Dana Yasa alias Mang Tri yang merupakan trader mendorong pihak kepolisian agar menyusuri dana semua pengelola PT DOK. Tidak saja aset suaminya, tapi juga 5 (lima) founder (pendiri) yang telah ditahan sebagai tersangka baru agar disusuri serta disita asetnya jadi alat bukti. Sederhananya, ia ingin uang investor semuanya kembali dan menantang untuk dilakukan audit menyeluruh.

Ia menjelaskan, berdasarkan hasil audit dan fakta persidangan, modal keseluruhan investor milik PT DOK yang ditaruh di platform perdagangan mata uang Monex mencapai Rp301,7 miliar. Sementara sudah dikeluarkan Rp241,5 miliar. Jadi ada selisih sekira Rp60,2 miliar dianggap sebagai kerugian dan harus ditanggung oleh semua pengelola. Baik Mang Tri sendiri dan juga lima founder yang telah ditahan jadi tersangka.

“Kalau dilihat surat perjanjian antara suami saya dengan lima founder, jika ada kerugian maka ditanggung 50% founder dan 50% suami saya sebagai direktur (Mang Tri, red). Nah dalam proses ini lah terjadi keganjilan bagi kami seperti diperlakukan tidak adil. Kami sudah mengembalikan dana mencapai Rp20 miliar lebih dan itu ada bukti buktinya. Sementara founder tidak ada. Suami saya niatnya baik malah dikorbankan,” jelasnya.(BB).