Istri Marahi Suami Dipenjara 1 Tahun, Togar Situmorang: Penegakan Hukum Masih Utamakan Aspek Legalitas Formal Dibandingkan Keadilan Masyarakat

  17 November 2021 OPINI Denpasar

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Sang istri bernama Valencya Omeli terancam dipenjara karena memarahi suaminya yang suka mabuk-mabukan bahkan pernah 6 bulan tidak pulang kerumah. Bahkan, Jaksa Penuntut Umum telah melakukan penuntutan satu tahun penjara dalam persidangan Pengadilan Negeri Karawang.

Advokat Togar Situmorang, SH,.MH,.MAP,.CMed,.CLa mengatakan bahwa awal peristiwa hukum berawal dari laporan polisi oleh mantan suami bernama Chan Yu Chin bulan September 2020 di PPA POLDA JAWA BARAT, dengan Nomor LP.LPB/844/VII/2020 lantaran melakukan pengusiran dan tekanan psikis.

Lebih lanjut Togar Situmorang mengatakan bahwa dalam kasus tersebut sudah sampai di persidangan dan Jaksa Penuntut Umum yakin bahwa Terdakwa Valencya melanggar Pasal 45 ayat 1 Jo Pasal 5 UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 2004 itu sesuai Pasal 45 ancaman hukuman maksimal tiga tahun atau denda 9.000.000,- ( sembilan juta rupiah ) dan selama proses korban dapat diberikan perlindungan sementara pihak Kepolisian. Dalam hal ini menarik dibahas karena terkait awal terjadi peristiwa hukum adalah laporan polisi tentang tekanan psikis dan itu bisa menimbulkan trauma dan menghancurkan konsep diri sendiri, membuat korban merasa bahwa dirinya buruk dan hal lain seperti depresi yang berujung bunuh diri.

Dan secara umum disebut kekerasan psikis apabila ada : Pernyataan yang dilakukan dengan umpatan amarah, penghinaan, pelebalan negatif, atau sikap dan gaya tubuh merendahkan dan ada tindakan tersebut menekan, mencemoh/menghina, merendahkan, membatasi, atau mengkontrol korban agar memenuhi tuntutan pelaku.

Togar Situmorang sebagai Praktisi Hukum dan Kebijakan Publik mengatakan bila sudah sampai kepada proses hukum maka diperlukan bukti. Dalam  proses hukum untuk bukti dalam Pasal 55 UU KDRT menyebutkan bahwa keterangan salah seorang saksi saja sudah cukup untuk membuktikan terdakwa bersalah apabila disertai salah satu alat bukti lainnya.

Pada Pasal UUKDRT Nomor 23 Tahun 2004 dapat dijelaskan dalam Pasal 7 yaitu “ Kekerasan psikis sebagimana dimaksud pasal 5 huruf b adalah “ perbuatan yang mengakibatkan ketakutkan, hilangnya percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis pada seseorang”. Dan untuk pembuktian dalam kasus KDRT Psikis ini bisa dilakukan dengan melakukan pemeriksaan psikis oleh pihak Kepolisian ( Visum ).

Pemilik Law Firm TOGAR SITUMORANG, mengatakan dari hipotesa diatas tersebut terkait tuntutan JPU dalam persidangan PN Karawang, Jawa Barat merupakan hal yang wajar, namun karena tuntutan JPU dianggap berlebihan oleh masyarakat ini menjadi viral dimana masalah hukum ini menyangkut seorang wanita sehingga Jaksa Agung memerintahkan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum untuk segera melakukan Eksaminasi Khusus.

Foto: Togar Situmorang, SH.,MH.,MAP.,C.Med.,CLA.

Togar Situmorang, SH.,MH.,MAP.,C.Med.,CLA sangat bersyukur terkit Eksaminasi Khusus tersebut dari Jaksa Agung RI membuktikan rasa penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) untuk seorang wanita karena diharapkan seluruh para Jaksa Penuntut Umum mempunyai Sense Of Crisis atau Kepekaan.

Kepekaan tersebut ada dalam Pedoman Nomor 3 Tahun 2019, Tentang  Tuntutan Pidana Perkara Tindak Pidana Umum tanggal 3 Desember 2019 dan Pedoman Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Akses Keadilan Bagi Perempuan dan Anak Dalam Perkara Pidana serta Tujuh Perintah Harian Jaksa Agung.

"Sehingga akibat dari Eksaminasi Khusus tersebut para JPU yang menangani kasus tersebut dilakukan pemeriksaan oleh Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan yang diduga mengingkari Norma dan Kaidah,” tambah Advokat berdarah Batak kelahiran Jakarta yang sudah lama menetap di Bali.

Peristiwa tuntutan seperti itu bukan hal baru karena selama ini bahwa upaya penegakan hukum saat ini masih mengutamakan aspek kepastian hukum dan legalitas formal dibandingkan dengan keadilan yang substansial bagi masyarakat

"Kewenangan tersebut berakibat banyak masyarakat menilai penegakan hukum itu seperti pisau yang tajam kebawah tumpul keatas dimana harusnya dapat betul-betul menghormati suatu aturan hukum yang berlaku jangan bertindak diluar koridor hukum dan sangat disayangkan ada dugaan pelanggaran Hak Asasi seseorang,”imbuh Togar Situmorang

Terkait peristiwa tuntutan satu tahun bermasalah dari JPU Karawang sudah ditarik dan sekarang dikendalikan langsung oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum.

"Karena telah menarik perhatian masyarakat dan kedepan para aparatur hukum selalu mendepankan Restoratif Justice secara Profesional,” tutup Togar Situmorang yang kerap disapa sang Panglima Hukum yang memiliki kantor di Law Firm TOGAR SITUMORANG Provinsi Bali, Jl. Gatot Subroto Timur No.22, Denpasar, Jl. Teuku Umar Barat No.10 Denpasar, Jl. Raya Gumecik Gg Melati No.8, Ketewel, By Pass Prof. IB Mantra dan Kota DKI, Jl. Kemang Selatan Raya No.99, Gd. Piccadilly, Jakarta Selatan serta Provinsi Jawa Barat, Jl.Terusan Jakarta No.181 Ruko Harmoni Kav. 18, Antipani, Kota Bandung.(BB).