Bodohi Publik Demi Ambisi Jadi Presiden, Partai Demokrat Harap KSP Moeldoko Stop Permalukan Diri Sendiri

  03 Oktober 2021 OPINI Nasional

Foto: Kepala Bakomstra DPP Partai Demokrat Herzaky Marhendra Putra beri keterangan kepada wartawan, Minggu (3/10/2021).

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Jakarta. Partai Demokrat memandang ulah KSP Moeldoko yang berkoalisi dengan Yusril, bukan hanya terhadap kader Partai Demokrat, tetapi juga kepada Rakyat Indonesia akhir-akhir ini sudah sangat keterlaluan yakni melakukan siasat demi siasat jahat menggunakan proxy para mantan kader Partai Demokrat untuk mencapai ambisi kekuasaannya dengan melakukan upaya-upaya pembodohan publik.

"Kami perlu melakukan perlawanan terhadap mereka yang menggunakan Pangkat, Jabatan, dan Gelar Akademiknya, untuk membodohi publik," ucap Kepala Bakomstra DPP Partai Demokrat Herzaky Marhendra Putra kepada wartawan, Minggu (3/10/2021).

Herzaky pun membeberkan jika sebelumnya, Proxy KSP Moeldoko bernama Hasyim dan Ayu melakukan konpers. Konpers yang telah dirapatkan malam sebelumnya di Jalan Lembang. Sebuah Rumah Dinas milik Angkatan Darat yang masih dikuasai oleh KSP Moeldoko. 

"Yang saya yakin, kalau publik tahu bahwa itu adalah rumah dinas Angkatan Darat, pasti bukan hanya publik, para prajurit pun tidak akan rela. Karena tempat yang suci dan netral itu, dikotori oleh sekelompok orang untuk melakukan siasat jahat, yakni membegal partai politik yang sah dan 
diakui oleh pemerintah. Darah prajurit itu loyal dan setia. Sedangkan pengkhianatan dan pemberontakan, tidak ada tempatnya dalam jiwa dan raga seorang prajurit," bebernya. 

"Untuk itu, pada kesempatan ini, atas nama para Pengurus DPP Partai Demokrat tolong diingat, hanya ada satu Kepengurusan Partai Demokrat yang sah dan diakui Pemerintah tidak ada dualisme. Hanya karena Jenderal, lalu merasa memiliki kuasa untuk membodohi publik. Hanya karena Profesor Hukum, lalu merasa memiliki kuasa untuk membodohi publik. Kami katakan tegas rakyat Indonesia tidak bodoh. Kader Demokrat tidak bodoh. Kami semua tidak bodoh," imbuhnya. 

Herzaky juga mengungkapkan konstruksi besar dari persoalan yang terjadi di Partai Demokrat ini, dimulai dari ambisi 
seorang KSP bernama Moeldoko, yang ingin sekali menjadi Presiden. Menurutnya, KSP Moeldoko adalah seorang petualang politik, sejak ia melakukan Operasi Sajadah ketika menjadi Pangdam III Siliwangi. Lalu dimasukan kotak menjadi Wagub Lemhannas. Sedangkan ambisi menjadi Presiden ini, pertama kali muncul pada 2014. Ada seorang pengusaha nasional yang menghadap Presiden SBY dan meminta restu Pak SBY, agar PD mengusung Moeldoko sebagai Calon Presiden. 

Lebih lanjut Herzaky menuturkan KSP Moeldoko saat itu masih perwira aktif dan baru saja diangkat menjadi Panglima TNI. Pada bulan Mei 2015, pagi-pagi sekali dengan menggunakan seragam dinas Panglima TNI, Moeldoko datang ke Cikeas. Hari itu, SBY akan berangkat ke Surabaya untuk melakukan Kongres Partai Demokrat. Saai itu, SBY berpikir, tentulah ada sesuatu yang sangat penting dan mendesak, atau darurat, seorang Panglima TNI aktif dengan seragam dinas, menghadap seorang mantan Presiden, mantan Panglima Tertinggi. Ternyata, pesannya tidak sepenting dan semendesak yang diduga. 

"Moeldoko hanya mengatakan “Pak, tolong kalau Bapak terpilih lagi sebagai Ketua Umum, agar Bapak mengangkat Marzuki Alie sebagai Sekjen nya.” Pak SBY marah. Beliau marah, bukan saja karena Moeldoko yang adalah Panglima TNI aktif telah melanggar konstitusi dan undang-undang dengan melakukan politik praktis dan intervensi, tetapi beliau juga marah karena sebagai salah satu penggagas dan pelaksana reformasi TNI, Pak SBY tidak rela TNI dikotori oleh ambisi pribadi yang ingin berkuasa dengan cara-cara yang melanggar aturan dan hukum," tuturnya. 

Setelah pensiun dari TNI, sambung Herzaky, Moeldoko datang lagi ke Cikeas. Meminta jabatan tinggi di kepengurusan Partai Demokrat. Dalam kesempatan itu, SBY sampaikan, kalau gabung dengan Partai Demokrat (PD) dipersilakan. Namun soal jabatan Ketua Umum, SBY menjelaskan jika itu ada mekanismenya melalui Kongres. 

"Tak puas dengan jawaban itu, KSP Moeldoko berusaha untuk menjadi Ketua Umum pada partai-partai lainnya. Bahkan, salah satu mantan Wakil Presiden bercerita, beliau didatangi oleh KSP Moeldoko dan meminta dukungan untuk KSP Moeldoko bisa menjadi Ketua Umum di salah satu Partai Politik. Lagi-lagi mantan Wakil Presiden ini juga menolaknya halus. Beliau katakan, untuk menjadi Ketua Umum itu ada mekanismenya melalui Kongres," ungkapnya. 

Partai Demokrat, kata Herzaky telah diingatkan oleh beberapa Jenderal bintang empat jika KSP Moeldoko tidak akan berhenti selama dia masih di KSP dan masih bercokol di istana, dia akan menggunakan kekuasaannya untuk mencapai ambisinya. Peringatan itu terbukti dimana KSP Moeldoko melakukan beberapa kali rapat, untuk melanjutkan Gerakan Pengambilalihan Kepemimpinan Partai Demokrat.

"Memang soal kemampuan politik praktis, KSP Moeldoko ini agak diragukan kapasitasnya. Jangankan menjadi Ketua Umum Partai Politik, menjadi Ketua Umum PSSI saja kalah. Buktinya, beliau dikalahkan oleh yunior empat tahun dibawahnya, yakni pak Edy Rahmayadi, yang sekarang menjadi Gubernur Sumatera Utara," sentilnya. 

Partai Demokrat, sambung Herzaky, tidak terkejut kalau dalam mencapai ambisinya, KSP Moeldoko berkoalisi dengan Yusril. Hal lantaran keduanya sama-sama ambisiusnya. Mereka akan melakukan apa saja untuk mencapai ambisinya. Bahkan pihaknya sudah mendapatkan informasi koalisi mereka berdua ini, sejak tiga bulan lalu. Sudah ada pembicaraan diantara mereka berdua ini, melalui zoom meeting, dari rumahnya KSP Moeldoko di Menteng, pada awal Agustus 2021.

"Strategi mereka, dalangnya Moeldoko, wayangnya Yusril, dengan pemeran pembantu para pemohon tersebut. Kita tahu, bahwa yang namanya kontrak profesional, pasti ada rupiahnya. Itu wajar. Tapi kami minta agar Yusril mengakui saja. Jangan berkoar-koar demi demokrasi," singgungnya. 

Bagi Herzaky, wajar kalau kader Demokrat marah ketika Yusril katakan jika upayanya membela Moeldoko adalah berjuang demi demokrasi. Pasalnya, kalau benar demi demokrasi, benarkan dulu AD ART Partainya. 

"Itu baru masuk akal. Selain itu, Yusril tidak paham aturan atau belum baca aturannya. Jika keberatan dengan AD ART, ajukan ke Mahkamah Partai, bukan ke Mahkamah Agung," pungkas Herzaky.(BB).