Baliberkarya.com - Suara Rakyat Bali Membangun

JL. Patih Nambi XII No.5, Desa Ubung Kaja, Denpasar Utara

Call:081353114888

redaksi@baliberkarya.com

Ratusan Hektar Tanah Dikuasai Investor, Warga Jimbaran Mengadu ke DPRD Bali

Senin, 03 Februari 2025

Baliberkarya.com - Suara Rakyat Bali Membangun

Ket foto : Krama desa adat, dan krama subak yang tergabung dalam Kesatuan Penyelamat Tanah Adat (Kepet Adat) pada Senin (3/2) menyampaikan aspirasi kepada Anggota DPRD Bali.

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Ratusan warga dari lingkungan Buana Gubug dan Mekar Sari, Jimbaran, Kuta Selatan, Badung yang terdiri dari penyakap, waris penyakap, pemilik lama, krama desa adat, dan krama subak yang tergabung dalam Kesatuan Penyelamat Tanah Adat (Kepet Adat) pada Senin (3/2) menyampaikan aspirasi kepada Anggota DPRD Bali.

Kehadiran warga sekitar 130 orang ini diterima oleh Ketua Komisi I DPRD Bali I Nyoman Budi Utama dan sejumlah anggota. Kedatangan mereka bertujuan menyampaikan aspirasi serta meminta bantuan kepada anggota dewan terkait permasalahan hukum atas perpanjangan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) tanah seluas 280 hektare di Jimbaran. Warga menilai perpanjangan SHGB yang diberikan kepada sejumlah perusahaan swasta di Jimbaran dilakukan secara tidak sah. 

I Nyoman Wirama selaku Kuasa Hukum Kepet Adat menyatakan salah seorang warga, yakni I Wayan Bulat seorang pensiunan Polri yang beralamat di Jalan Uluwatu I, Jimbaran menghadapi gugatan dari seorang pengusaha karena disebut menyerobot tanah milik perusahaan. Bahkan, gugatan ini diajukan setelah warga menolak meninggalkan lahan yang telah ia tempati turun-temurun. 

Menurut Wirama, tanah itu rencananya akan dibangun fasilitas pariwisata atau akomodasi dan sejak 6 bulan lalu warga mulai digugat karena masih bertahan di tanah tersebut, meskipun sudah diminta pergi. "Warga merasa memiliki hak atas lahan ini, sebab mereka telah menguasainya dengan itikad baik selama puluhan tahun," kata Wirama.

Awalnya pada tahun 1994 pemerintah melakukan pembebasan lahan dengan alasan untuk kepentingan umum, padahal lahan tersebut sudah ditetapkan sebagai lahan telantar oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Lahan yang dibebaskan secara paksa itu justru diterbitkan sejumlah SHGB dan lahan yang dibebaskan tersebut hingga kini masih telantar.

"Warga menduga pembebasan lahan bukan untuk kepentingan umum melainkan untuk kepentingan bisnis pribadi karena info yang beredar salah satu perusahaan melakukan kerjasama pengelolaan dan penjualan perumahan dengan perusahaan pengembang," sebutnya.

Wirama menduga ada penyalahgunaan wewenang dalam perpanjangan SHGB lahan tersebut dimana perpanjangan dilakukan dengan dalih bahwa lahan akan digunakan untuk fasilitas multilateral dalam sebuah acara internasional pada tahun 2013. Namun, hingga saat ini tidak ada pembangunan sesuai rencana. 

Dalam kesempatan yang sama, Wayan Bulat selaku pihak yang terlibat dalam sengketa ini menyampaikan keluhannya bahwa akses menuju tanahnya semakin terbatas akibat pembangunan hotel di sekitarnya. Bulat mengatakan dirinya adalah generasi kedelapan yang masih tinggal di lahan tersebut. Ia menolak disebut sebagai penyerobot karena tanah itu merupakan warisan turun-temurun. 

"Saya lahir di sana, besar di sana, ari-ari saya dikubur di sana. Tapi saya justru dituduh menyerobot tanah sendiri. Sebelah saya hotel sebelah lagi hotel, tapi tempat saya itu masih tetap hutan, semak belukar. Susah saya keluar masuk,” katanya seraya menyebut nanyak warga kehilangan tanah mereka, sementara sejumlah sertifikat HGB diterbitkan atas nama pihak swasta. 

Terkait aspirasi warga ini, Ketua Komisi I DPRD Bali, I Nyoman Budi Utama, menyampaikan apresiasinya terhadap kedatangan warga. Ia memastikan DPRD Bali akan mengkaji dokumen dan barang bukti yang telah diserahkan dan segera memanggil pihak-pihak terkait, termasuk investor dan Badan Pertanahan Provinsi Bali.

"Kami akan pelajari dokumen yang telah diserahkan. Jika ada yang kurang, kami akan tetap berkoordinasi dengan pihak terkait. Kasus ini sudah masuk ke pengadilan, jadi kami harus berhati-hati dalam menyikapinya," ucapnya seraya menerangkan asal-usul tanah ini akan menjadi perhatian serius DPRD, terutama karena berkaitan langsung dengan kebijakan pertanahan di Provinsi Bali.(BB)


Berita Terkini