Mafia Hibah Marak, Aparat Penegak Hukum Diminta Berani Bersih-bersih Tindak Aktor Besar Skandal Leak Hibah
Jumat, 15 November 2024
Ket poto: Ketua Tim Strategi Pemenangan Mulia-PAS, Dr. Gede Pasek Suardika, S.H., M.H., dan Koordinator Rumah Kemenangan Rakyat - Sekar Tunjung Centre, Drs. I Ketut Ngastawa, S.H, MH.
Baliberkarya.com-Denpasar. Pasca santernya dugaan adanya pemanfaatan dana hibah di Kabupaten Badung yang tak sesuai aturan dalam proyek pembangunan Pura Ibu Panti Dukuh di Desa Adat Bualu, Kuta Selatan, Badung kini sejumlah pihak berharap Aparat Penegak Hukum (APH) untuk jangan lemah ataupun takut untuk menindak tegas yang kerap disebut Mafia Hibah alias Leak Hibah yang telah menggerogoti uang rakyat Badung.
Ketua Tim Strategi Pemenangan Mulia-PAS, Dr. Gede Pasek Suardika, S.H., M.H., alias GPS mengaku sangat prihatin jika memang benar adanya indikasi keterlibatan mafia hibah atau leak hibah dalam laporan temuan di Bualu, menjadi sebuah pertanda agar Aparat Penegak Hukum (APH) baik di Kepolisian ataupun di Kejaksaan untuk segera mengambil langkah strategis, mengungkap fakta yang sebenarnya terjadi di balik proyek yang telah menyikat uang negara tersebut.
"Saya apresiasi kinerja Polda Bali terkait OTT (Operasi Tangkap Tangan, red) Perbekel Bongkasa, saat ini mampu membuka tabir baru dari muncul keluhan warga soal hibah di Bualu. Jika memang benar, seperti apa yang saya baca di banyak pemberitaan, tentu saya pribadi sangat prihatin. Kok ada oknum yang tega merampas uang rakyat? Aparat harus segera bertindak, telusuri semua hibah-hibah yang telah mengalir di seluruh Bali ini. Karena menurut saya, sistem korup ini sudah pasti ada yang menciptakan, sehingga aparat harus segera mengungkap siapa leak hibah ini," harap Gede Pasek Suardika kepada media, Jumat, 15 November 2024.
GPS sapaan akrab Gede Pasek Suardika menegaskan sebagaimana pengalamannya berkecimpung di dunia hukum dan telah menangani sejumlah kasus, pihaknya melihat fenomena Hibah Musibah di Bualu merupakan sebuah sistem, memang dirancang oleh oknum-oknum tertentu untuk mendapatkan keuntungan dari kebijakan penyaluran dana hibah, khususnya Kabupaten Badung, sehingga ia patut menduga adanya dugaan aktor besar bermain dalam skandal Mafia Hibah di Badung.
Baca juga:
Denpasar Selatan 'Menyala' untuk Koster-Giri dan Jaya-Wibawa, Dijamin Nikmati Program Pro Rakyat
"Pasti ada mafianya dan ini yang harus aparat ungkap, disitu banyak uang negara menguap. Metodenya gampang, sekarang sudah ramai pemberitaan tinggal cek ke lapangan, selidiki siapa saja yang terlibat dalam proyek lalu hitung presentase kualitas bangunannya dengan anggaran yang telah dikeluarkan, apabila ada ketimpangan sudah pasti ada leak (Iblis jadi-jadian, red) itu yang makan," tegasnya.
Hal serupa disampaikan Koordinator Rumah Kemenangan Rakyat, Sekar Tunjung Centre, Drs. I Ketut Ngastawa, S.H, MH., yang menyampaikan adanya peristiwa OTT ditambah dengan fenomena Hibah Musibah di Bualu seharusnya APH dapat mencari tahu lebih dalam, apapun alasannya bagi Kepolisian maupun Kejaksaan sudah sewajarnya mencari benang merah dibalik dasar aduan warga terkait proyek pembangunan Pura di Bualu yang penggunaan dananya dinilai tidak sesuai mekanismenya.
"Instruksi Bapak Presiden Prabowo jelas, ini waktunya mereka (aparat, red) bersih-bersih. Kalau memungkinkan, KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi, red) turun langsung ke Bali, cek semua Bansos (Bantuan Sosial, red) yang telah disalurkan. Masyarakat juga jangan takut, ungkapkan semua apa yang menjadi kendala dan fakta di lapangan, biar tidak terus Bali dibeginikan oleh mafia," harapnya.
Ketut Ngastawa yang dikenal pengacara senior di Bali ini mengharapkan adanya aksi nyata yang dilakukan APH di Bali, tidak hanya sekedar euphoria sesaat saja pasca OTT di Bongkasa, bahwa ada ikan yang lebih besar untuk dijadikan target sehingga momentum bersih-bersih di Bali ini bisa efektif berjalan.
"Ini semua khan trust issue (krisis kepercayaan, red). Bagaimana momentum OTT kemarin bisa dimanfaatkan dengan baik oleh para aparat, jangan hanya sekedar onani lalu puas. Berdasarkan apa yang saya baca di berita fenomena di Bualu ini sangat TSM (terstruktur, sistematis, masif, red), harus ada niat serius jika mau mengungkap siapa mafia hibah sesungguhnya di Bali ini," pintanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, bantuan dana hibah dari Pemkab Badung untuk Pura Ibu Panti Dukuh di Desa Adat Bualu, Kuta Selatan, Badung, menjadi sorotan warga. Anggaran sebesar Rp 2 miliar yang telah disalurkan, diduga dikelola dengan asal-asalan oleh pihak pemborong. Setelah serah terima, pangempon mendapati hasil pengerjaan tak sesuai perjanjian awal. Dari 19 palinggih yang dijanjikan, hanya 17 palinggih yang berhasil dibangun.
Sejumlah warga pun mengeluhkan kualitas pekerjaan yang rendah, dengan bahan-bahan bekas yang digunakan, hingga pelinggih yang tidak dikerjakan sesuai proposal. Ironisnya, pembangunan dua pelinggih tersebut akhirnya harus ditanggung secara swadaya oleh warga, dengan biaya sekitar Rp 15 juta per keluarga.
Warga juga menyayangkan tidak transparannya proses pengerjaan proyek ini. Menurut mereka, tim pengawas dan kode etik seolah menghalangi warga untuk ikut memantau jalannya proyek, padahal dana hibah ini berasal dari pajak yang menjadi hak masyarakat. Salah seorang warga mengatakan, “Pura sudah menerima Rp 2 miliar, tetapi masih ada pengeluaran swadaya, sementara kualitas hasilnya justru tidak sesuai spesifikasi.”
Informasi yang dihimpun, penataan Pura Ibu Panti Dukuh diajukan untuk mendapatkan hibah Rp 2 miliar pada tahun 2023. Dalam kontrak kerja yang disepakati pada 26 Oktober 2023 antara pangempon dan pemborong, pengerjaan proyek dijadwalkan berlangsung selama 300 hari dengan tenggat waktu hingga 26 Agustus 2024.
Pengerjaan ini mencakup 19 palinggih, antara lain Palinggih Taksu Tenggeng, Pangasti Petitenget, Pangasti Dalem Taman Peguyangan, Gunung Lebah, Meru Susunan Dalem Taman Peguyangan, Gedong Sari, Hyang Ibu Panti Dukuh, Menjangan Seluang, Bale Tajuk, Paku Rabi, Pangasti Batu Pageh, Parahyangan, Taksu, Jero Gede, dan Kori Agung.
Namun, hingga saat ini hanya 17 palinggih yang telah selesai, sementara Palinggih Parahyangan dan Palinggih Taksu belum dikerjakan. Salah satu pangempon, I Made Sendra, menyatakan bahwa kualitas pengerjaan palinggih terkesan tidak sesuai harapan. Ia juga menyebutkan penggunaan bahan bangunan lama yang seharusnya diganti dengan bahan baru, sesuai dengan proposal yang diajukan sebelumnya.
“Pekerjaannya tergantung, apakah akan dilanjutkan atau tidak. Dari proposalnya, semua palinggih harus dikerjakan. Artinya, semua harus diganti, tapi yang lama malah dipakai. Saya tidak tahu kenapa, katanya nanti PUPR yang akan mengambilalih,” ujar Sendra pada Rabu (13/11/2024).
Baca juga:
Dana Hibah Pura Disikat, Disel Astawa Kritik Aparat Penegak Hukum Lemah Tangkap Pencuri Uang Rakyat
Sendra menyebut bahwa kualitas proyek ini terburuk dibanding proyek pura lain yang didanai hibah serupa. Kecewa dengan hasil yang ada, pangempon berencana menggalang dana tambahan sebesar Rp 15 juta per kepala keluarga (KK) dari 96 KK untuk menyelesaikan penataan pura hingga sesuai standar. Dana ini ditargetkan agar upacara Melaspas yang tertunda bisa segera dilaksanakan.
Menariknya, meskipun proyek sudah dibiayai Rp 2 miliar, pihak pemborong menyatakan ada kekurangan dana sebesar Rp 141 juta. Dengan adanya keluhan ini, warga berharap pihak berwenang segera turun tangan untuk meninjau pembangunan di lapangan. Mereka mendesak agar dana hibah dikelola secara bertanggung jawab, agar anggaran publik tidak disia-siakan atau disalahgunakan oleh pihak tak bertanggung jawab. (BB)