Solusi Hemat APBD, PLTS Atap Dipandang Mampu Kurangi Biaya Listrik Rumah Tangga dan Perkantoran
Jumat, 03 Juni 2022
Baliberkarya.com-Denpasar. Untuk mempercepat transisi energi fosil ke energi terbarukan atau energi bersih dengan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap dimana salah satu sumbernya tenaga sinar matahari/tenaga surya dipandang mampu menghemat dan mengurangi biaya listrik PLN khususnya konsumsi rumah tangga (RT).
Pemanfaatan energi PLTS Atap di perkantoran maupun rumah sakit juga dinilai bisa menekan biaya pembayaran listrik PLN selama ini. Hal ini disampaikan Ketua Core Universitas Udayana (Unud) Prof. Ir. Ida Ayu Dwi Giriantari, MEngSc., PhD., IPM. dalam keterangannya kepada media dalam diskusi bersama Universitas Udayana (Unud) bersama Institute for Essential Service Reform (IESR) di Bali Heritage Hotel, Jalan Veteran No. 3 Denpasar, Jumat (3/6/2022).
Prof. Ida Ayu Giriantari mengatakan kehadiran PLTS Atap sebagai sumber energi masa depan khususnya di Bali tidak akan membuat mengganggu komponen listrik PLN yang sudah berjalan selama ini. Ia pun memberi contoh PLTS Atap yang telah dipasang seperti di Kantor ESDM Bali, RS Bali Mandara, DPRD Bali, Kantor Bappeda Bali dan Kantor Gubernur Bali.
"Di Kantor Gubernur saja bisa 30% penghematan listriknya dengan PLTS. Begitu pula kantor lainnya bisa 35% menghemat, tapi masih perlu banyak lagi pemasangan PLTS Atap. Kalau saja semua kantor bisa memasang PLTS Atap akan menyelamatkan anggaran dengan menghemat APBD kita,†katanya.
Prof. Ida Ayu Giriantari mengakui selama ini pemasangan PLTS Atap di Bali didominasi developer asing. Pihaknya sudah membuat kajian, jika PLTS bisa masuk ke sistem ada batasan-batasan yang harus dipenuhi dimana salah satunya kapasitas maksimum yang boleh masuk ke sistem PLN.
Untuk kebutuhan energi Bali dan mendorong pemanfaatan energi baru terbarukan dari energi PLTS Fotovoltaik atau PLTS Atap, maka Fotovoltaik diperlukan untuk mengubah langsung energi cahaya menjadi listrik menggunakan efek fotoelektrik. PLTS ini terdiri atas beberapa komponen agar berfungsi sesuai dengan dibutuhkan dan komponen utama secara umum terdiri dari solar panel, inverter serta baterai.
"Potensi dalam energi terbarukan di Bali mencapai 143 GW dan potensi PLTS Atap mencapai 3.2 – 10.9 GWp," sebutnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa menegaskan jika Bali sebenarnya memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan listriknya sendiri dengan memanfaatkan berbagai potensi Energi Baru dan Terbarukan (EBT), termasuk di antaranya PLTS atap. Berdasarkan kajian IESR, potensi PLTS atap mencapai 3.200 Megawatt peak (MWp)-10.900 MWp atau sekitar 3,2 GWÂ - 10,9 GW.
Lebih jauh Fabby Tumiwa mengatakan bahwa PLTS ini bisa dibangun di atas tanah, di atas atap, di atas air terapung atau dimana saja. PLTS sangat penting karena memiliki peranan sangat penting dalam mengganti pembangkit energi fosil, yang menjadi penyebab polusi dan pemanasan global. Potensi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang dipasang di atap-atap rumah di Bali cukup untuk memenuhi kebutuhan listrik di Pulau Bali.
“Untuk bangunan pemerintah, komersial, industri hingga lapangan parkir bisa dibangun PLTS. Kalau semua rumah di Bali pakai PLTS atap, maka itu sudah sangat bisa memasok kebutuhan listrik se-Bali,†kata Fabby Tumiwa.
Menurutnya, Bali memiliki potensi besar PLTS, untuk skala besar yang dibangun di atas tanah bisa mencapai 142 MW dan skenario paling kecil 26 MW. Potensi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang dipasang di atap-atap rumah di Bali cukup untuk memenuhi kebutuhan listrik di Pulau Bali.
Menurut hasil kajian dan berdasarkan perhitungan Institute for Essential Services Reform (IESR) bahwa potensi praktis energi surya mencapai 3,4-20 Twp dengan potensi pembangkitan 4,7-27 TWh per tahun, yang tergantung atas asumsi fungsi lahan. Untuk itu, Fabby Tumiwa menilai PLTS atap jadi teknologi yang paling mudah digunakan untuk mempercepat tujuan transisi energi.
"Apalagi selama ini kebutuhan listrik di Bali kurang lebih 1 Gigawatt (GW) yang dipasok dari beberapa pembangkit listrik di Pulau Bali dan Pulau Jawa," jelas Ketua Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) ini.
IESR merupakan lembaga think tank yang fokus mengkaji isu energi dan lingkungan, termasuk di antaranya energi bersih. IESR merupakan lembaga riset dan advokasi berlokasi di Jakarta, yang bergerak dalam 4 isu besar, yaitu transformasi sistem energi, akses energi keberlanjutan, ekonomi hijau dan mobilisasi berkelanjutan.(BB).Â