Baliberkarya.com - Suara Rakyat Bali Membangun

JL. Patih Nambi XII No.5, Desa Ubung Kaja, Denpasar Utara

Call:081353114888

redaksi@baliberkarya.com

YLKI : Taksi Online Belum Berikan Jaminan Perlindungan Konsumen

Kamis, 23 Maret 2017

Baliberkarya.com - Suara Rakyat Bali Membangun

Istimewa

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Mulai 1 April 2017, Kementerian Perhubungan akan memberlakukan aturan baru terhadap transportasi/taksi berbasis aplikasi, taksi online sesuai dengan Peraturan Menteri (PM) Perhubungan Nomer 32 Tahun 2016.

Ketua Pengurus Harian Yayasan Peduli Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menyatakan dalam konteks perlindungan konsumen dan dalam rangka sistem transportasi yang keberlanjutan, regulasi baru tersebut bisa dipahami tapi dengan beberapa catatan kritis.

BACA JUGA : Selain TV-Radio, PHDI Usulkan Jaringan Internet dan Telepon Diputus Saat Nyepi

Menurutnya, prinsip dasar dalam bertransportasi adalah keselamatan, aksesibilitas, keterjangkauan, terintegrasi, kenyamanan dan keberlanjutan.

"Sejauh ini taksi berbasis aplikasi baru menjawab terhadap satu poin saja, yakni aksesibilitas. Konsumen dengan relatif mudah mendapatkan taksi online daripada taksi konvensional," ucap Tulus dalam keterangan tertulisnya kepada awak media, Kamis (23/3/2017).

Sedangkan aspek yang lain, kata Tulus, taksi online belum mampu menjawab kebutuhan dan perlindungan pada konsumen yang sebenarnya. Misalnya, belum mempunyai standar pelayanan minimal yang jelas, baik untuk armada dan sopirnya.

Tidak hanya itu, lanjut Tulus, tarif taksi online juga tidak bisa dibilang murah, bahkan bisa lebih mahal daripada taksi konvensional. Sebab taksi online memberlakukan tarif berdasarkan jam sibuk (rush hour) dan non rush hour. Pada rush hour tarif taksi online jauh lebih mahal apalagi dalam kondisi hujan.

"Jadi untuk diberlakukan tarif bawah taksi online secara praktis tidaklah kesulitan karena selama ini secara tidak langsung justru sudah menerapkan tarif batas bawah dan batas atas," jelasnya.

Bagi Tulus, justru yang harus disorot adalah bagaimana mekanisme pengawasan terhadap implementasi tarif batas atas dan batas bawah tersebut. Aparat penegak hukum akan kesulitan melakukan pengawasan dan penegakan hukum jika terjadi pelanggaran.

Taksi online, sambung Tulus, juga belum memberikan perlindungan kepada konsumennya jika terjadi kehilangan barang atau terjadi kecelakaan.

"Bahkan jika terjadi sengketa keperdataan dengan konsumen akan diselesaikan via abritase di Singapura. Ini jelas tidak adil dan tidak masuk akal bahkan merugikan konsumen," terangnya.

BACA JUGA : Pemprov Bali Gelar Gerakan Makan Daging Babi

Parahnya, sentil Tulus, operator taksi online juga belum memberikan jaminan perlindungan data pribadi konsumennya. Bahkan dalam term of contract-nya, mereka bahkan akan menjadikan data pribadi konsumen untuk dishare ke mitra bisnisnya, misalnya untuk obyek promosi.

"Oleh karena itu, Kemenhub dalam revisinya Permenhub No 32/2013 seharusnya mengatur poin-poin tersebut. Bukan hanya mengatur soal uji kir, proses balik nama STNK, atau bahkan tarif," sentilnya.

Lebih jauh Tulus menegaskan jika dalam konteks persaingan usaha, tidak boleh ada operator/pelaku usaha yang menerapkan kebijakan predatory tarif. Sebab predatory tarif akan membunuh operator yang lain sehingga mematikan operasi operator lainnya.

"Oleh karena itu, pemerintah harus melakukan intervensi jika ada operator yang menerapkan predatory tarif," tegasnya.

Di sisi yang lain, Tulus melanjutkan bahwa YLKI mendesak kepada operator taksi konvensional untuk meningkatkan pelayanannya, misalnya kemudahan mengakses bagi konsumen semudah taksi online.

Jika perlu Kemenhub juga mengaudit tarif taksi konvensional, harus dibebaskan dari unsur inefisiensi. "Sehingga konsumen tidak menanggung tarif/ongkos kemahalan karena ada unsur inefisiensi dalam tarif taksi konvensional," harapnya.

Secara umum, katanya, revisi Permenhub No. 32/2013 sebenarnya sudah terlalu permisif dan kompromistis. Misalnya soal akomodasi/pembolehan terhadap mobil LCGC sebagai taksi.

BACA JUGA : Sudikerta Beri Kuliah Umum di Unwar, Bangkitkan Jiwa Enterpreneurship, Gugah Semangat Kemandirian

Padahal mobil LCGC hanya 1.000 cc seharusnya tidak laik untuk angkutan umum karena tidak safety. Uji kir juga cukup dengan stiker tidak harus diketok di mesinnya.

"Keberadaan taksi online tidak mungkin dilarang, tapi juga tidak mungkin dibiarkan beroperasi tanpa adanya regulasi," tandasnya.(BB).


Berita Terkini